Realita Teknologi dan Bisnis

Teknologi ditujukan untuk dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan keluaran (output). Namun, harapan itu ternyata tidak selamanya sejalan dengan kenyataan. Masih ingat dengan meletusnya gelembung Internet, pembangunan pabrik pesawat yang gagal, kegagalan beberapa implementasi 3G, dan masih banyak lagi yang lainnya.< yang lagi banyak masih dan 3G, implementasi beberapa kegagalan gagal, pesawat pabrik pembangunan Internet, gelembung meletusnya dengan ingat Masih kenyataan. sejalan selamanya tidak ternyata itu harapan Namun, (output). keluaran meningkatkan biaya, mengurangi efisiensi, dapat untuk>

Dilihat dari sisi perkembangan teknologi, hal-hal di atas sebenarnya merupakan suatu perkembangan teknologi yang cukup menarik, namun secara bisnis ternyata hasilnya berbeda. Banyak sekali faktor yang menentukan keberhasilan implementasi teknologi, mulai dari kesiapan dan budaya masyarakat sampai pengemasan teknologi tersebut dalam mengomunikasikannya ke pasar.

Sektor telekomunikasi seluler merupakan salah satu bidang yang mengalami perkembangan teknologi yang sangat cepat. Jika kita perhatikan dengan kehadiran layanan yang ditawarkan oleh operator, lahirnya berbagai layanan baru sangatlah cepat. Sementara jika kita lihat kemunculan telepon seluler di pasaran, rata-rata para pemimpin pasar telepon seluler (ponsel) mengeluarkan 8-20 tipe ponsel baru setiap tahun.

Artinya, betapa cepatnya inovasi teknologi itu terjadi. Salah satu perkembangan teknologi di dunia seluler adalah teknologi messaging (pengiriman pesan) mulai dari SMS (short message service), EMS (enhanced message service), dan yang sekarang sedang gencar dipromosikan para pelaku bisnis seluler adalah MMS (multimedia message service). Hadirnya teknologi MMS dapat dikatakan sebagai suatu revolusi teknologi messaging karena dari kondisi yang semula hanya dapat mengirimkan pesan berupa teks, dan gambar atau nada dering sederhana, sekarang juga dapat digunakan untuk mengirim foto, gambar bergerak, maupun nada dering yang lebih kompleks. Hal ini seharusnya direspons dengan kreativitas yang lebih tinggi.

Teknologi MMS diharapkan dapat menggantikan posisi SMS nantinya. Namun, sepertinya hal itu akan terwujud pada saat tarif MMS sudah murah mendekati tarif SMS, perangkat ponselnya juga sudah terjangkau bagi kalangan menengah (berkisar Rp 1,5 juta ), dan inter-operator dapat dilakukan. Kalau total lalu lintas MMS di Indonesia (yang disediakan oleh dua operator) berkisar 20.000 MMS per hari, maka sangat diperlukan sekali strategi untuk mendorong pemanfaatan MMS ini agar dapat mengimbangi lalu lintas SMS yang lebih dari 15 juta per hari.

Lalu lintas MMS di atas merupakan kondisi saat ini di mana tarif MMS masih gratis sehingga hal itu sangat dimungkinkan akan semakin turun saat dikenai tarif. Data yang dilansir Ovum, salah satu perusahaan konsultan dan survei, diperkirakan bahwa sekitar tahun 2006 jumlah pengguna SMS dunia akan mulai menurun (dari sekitar 1.000 miliar per tahun), sementara pengguna MMS akan naik tajam (berkisar 350 miliar pesan per tahun) pada tahun yang sama. Dan, sekitar 3-4 tahun kemudian dimungkinkan akan memiliki jumlah yang sama. Namun, apakah hal itu akan terjadi di Indonesia dalam kisaran waktu tersebut?

Salah satu strategi yang diusulkan dalam mendorong peningkatan revenue melalui layanan MMS ini adalah dengan menghadirkan berbagai aplikasi yang dapat memicu penggunaan MMS sehingga kita akan memiliki justifikasi bahwa implementasi MMS ini bukan sekadar untuk menjaga gengsi saja yang pada gilirannya dapat menjadikan kita sebagai korban teknologi. Tapi, implementasi teknologi ini memang layak dilakukan karena memang memiliki tuntutan yang tinggi.

Saat ini kita sudah dapat mendapatkan berbagai ponsel ber-MMS dengan kisaran harga Rp 1,5 juta, dan tampaknya industri ponsel dan industri yang tergolong teknologi komunikasi dan informasi telah mencapai skala ekonominya sehingga biaya yang timbul akan semakin murah seiring dengan perkembangan waktu. Namun anehnya tarif telepon tetap terus naik. Dengan demikian, diharapkan tidak lama lagi akan tersedia banyak ponsel MMS yang terjangkau masyarakat luas. Hadirnya MMS bersamaan dengan beberapa fasilitas barunya menjadikan kita dapat membuat berbagai aplikasi yang lebih menarik.

Ada banyak aplikasi yang dapat dibangun dengan menggunakan platform MMS, antara lain aplikasi telemetri. Kalau sebelumnya kita hanya mendapatkan informasi berupa teks jika menggunakan SMS sebagai medianya, misalnya data temperatur mesin, sekarang dapat juga mendapatkan informasi berupa grafik mengenai perubahan temperatur dalam periode tertentu.

MMS juga dapat dimanfaatkan untuk aplikasi monitoring. Salah satu aplikasi yang dikembangkan oleh perusahaan lokal Jaya I-net adalah mengombinasikannya dengan kamera CCTV. Jika kamera tersebut terpasang di rumah, tempat penitipan anak, atau jalan raya, dengan menyambungkannya pada sebuah server berupa komputer sederhana, maka kapan pun Anda dapat mengetahui informasi keadaan rumah, kondisi anak di tempat penitipan anak, maupun kondisi lalu lintas jalan raya yang tidak hanya berupa teks informasi, namun juga gambar atau foto yang akan dikirimkan secara otomatis ke ponsel melalui MMS. Dan jika sedang di kantor, kita bisa mengakses server tersebut melalui jaringan Internet.

Saat ini teknologi komunikasi yang juga sedang marak adalah teknologi Wireless Fidelity atau yang sering banyak orang kenal sebagai Wireless LAN. Di Indonesia mungkin memang baru mulai berkembang dengan munculnya beberapa lokasi akses atau yang sering disebut Hot Spot yang kemudian dipadukan dengan teknologi seluler sebelumnya, yaitu GPRS. Dengan demikian, pada area di luar Hot Spot orang akan menggunakan akses GPRS untuk akses Internet mereka, namun secara otomatis akan berganti ke koneksi W-LAN begitu memasuki Hot Spot yang menawarkan kecepatan sampai 512 Kbps.

Pertanyaannya sekarang apakah pembangunan Hot Spot di banyak tempat memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan dapatkah tawaran berbagai layanan baru tersebut mendorong pertumbuhan profit? Saat ini sudah waktunya bagi kita untuk tidak hanya memperhatikan ARPU (average revenue per user) untuk mengetahui kinerja operator, namun lebih tepat kalau kita memperhatikan AMPU (average margin per user) karena dimungkinkan bahwa ARPU-nya naik, namun setelah dikurangi dengan biaya yang diperlukan untuk menghadirkan layanan tersebut ternyata biayanya lebih besar dibanding revenue yang didapat.

Begitu pula sebaliknya, jika ARPU turun apakah sudah pasti perusahaan tersebut rugi? Belum tentu! Karena dimungkinkan terjadi akibat meledaknya pengguna kartu prabayar yang kontribusi revenue setiap penggunanya rendah. Dan, karena jumlahnya yang banyak, maka akan mempengaruhi hasil rata-ratanya, di mana bilangan pembaginya menjadi besar padahal dengan hadirnya teknologi tinggi, biaya implementasi menjadi turun.

Dengan demikian, sekalipun ARPU-nya rendah, namun selama masih lebih besar dibandingkan biaya rata-rata yang dibutuhkan, operator tersebut masih akan untung. Oleh karena itu, tujuannya tidak sekadar peningkatan ARPU, misalnya dengan cara menghadirkan berbagai layanan baru, tetapi perlu diperhatikan juga apakah biaya implementasi layanan tersebut seimbang dengan kenaikan revenue-nya. Tampaknya kehadiran beragam layanan data yang diharapkan dapat mendorong peningkatan ARPU, tidak menjamin peningkatan profit mereka.

Karena itu, banyaknya teknologi baru yang hadir memerlukan kecermatan dalam memilih teknologi mana yang dapat diserap pasar. Kalau tidak, kita hanya akan tetap menjadi pasar teknologi yang empuk bagai para pemain asing dan secara ekonomis kita tidak mendapatkan keuntungan darinya.

Apabila diasumsikan biaya investasi untuk layanan MMS sebesar 1 juta dollar AS, jika tingkat pengembalian modal selama 5 tahun dengan tarif Rp 350, maka dibutuhkan trafik setiap harinya sekitar 15.000 MMS. Jadi, agar teknologi ini bisa diserap oleh pasar, seharusnya MMS diberikan tarif layaknya SMS dan fokus dilakukan dengan mendorong pertumbuhan trafik yang salah satunya melalui aplikasi. Banyaknya jumlah ponsel ber-MMS dengan harga yang terjangkau banyak kalangan, khususnya pengguna terbesar SMS/MMS yaitu kelompok muda, maka jumlah 15.000 per hari adalah jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian, tidak lama lagi MMS akan dapat menggantikan SMS sebagai penghasil revenue terbesar bagi operator setelah layanan suara.

sumber : Indra Gunawan Pengamat telekomunikasi, tinggal di Jakarta
Teknologi ditujukan untuk dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan keluaran (output). Namun, harapan itu ternyata tidak selamanya sejalan dengan kenyataan. Masih ingat dengan meletusnya gelembung Internet, pembangunan pabrik pesawat yang gagal, kegagalan beberapa implementasi 3G, dan masih banyak lagi yang lainnya.< yang lagi banyak masih dan 3G, implementasi beberapa kegagalan gagal, pesawat pabrik pembangunan Internet, gelembung meletusnya dengan ingat Masih kenyataan. sejalan selamanya tidak ternyata itu harapan Namun, (output). keluaran meningkatkan biaya, mengurangi efisiensi, dapat untuk>

Dilihat dari sisi perkembangan teknologi, hal-hal di atas sebenarnya merupakan suatu perkembangan teknologi yang cukup menarik, namun secara bisnis ternyata hasilnya berbeda. Banyak sekali faktor yang menentukan keberhasilan implementasi teknologi, mulai dari kesiapan dan budaya masyarakat sampai pengemasan teknologi tersebut dalam mengomunikasikannya ke pasar.

Sektor telekomunikasi seluler merupakan salah satu bidang yang mengalami perkembangan teknologi yang sangat cepat. Jika kita perhatikan dengan kehadiran layanan yang ditawarkan oleh operator, lahirnya berbagai layanan baru sangatlah cepat. Sementara jika kita lihat kemunculan telepon seluler di pasaran, rata-rata para pemimpin pasar telepon seluler (ponsel) mengeluarkan 8-20 tipe ponsel baru setiap tahun.

Artinya, betapa cepatnya inovasi teknologi itu terjadi. Salah satu perkembangan teknologi di dunia seluler adalah teknologi messaging (pengiriman pesan) mulai dari SMS (short message service), EMS (enhanced message service), dan yang sekarang sedang gencar dipromosikan para pelaku bisnis seluler adalah MMS (multimedia message service). Hadirnya teknologi MMS dapat dikatakan sebagai suatu revolusi teknologi messaging karena dari kondisi yang semula hanya dapat mengirimkan pesan berupa teks, dan gambar atau nada dering sederhana, sekarang juga dapat digunakan untuk mengirim foto, gambar bergerak, maupun nada dering yang lebih kompleks. Hal ini seharusnya direspons dengan kreativitas yang lebih tinggi.

Teknologi MMS diharapkan dapat menggantikan posisi SMS nantinya. Namun, sepertinya hal itu akan terwujud pada saat tarif MMS sudah murah mendekati tarif SMS, perangkat ponselnya juga sudah terjangkau bagi kalangan menengah (berkisar Rp 1,5 juta ), dan inter-operator dapat dilakukan. Kalau total lalu lintas MMS di Indonesia (yang disediakan oleh dua operator) berkisar 20.000 MMS per hari, maka sangat diperlukan sekali strategi untuk mendorong pemanfaatan MMS ini agar dapat mengimbangi lalu lintas SMS yang lebih dari 15 juta per hari.

Lalu lintas MMS di atas merupakan kondisi saat ini di mana tarif MMS masih gratis sehingga hal itu sangat dimungkinkan akan semakin turun saat dikenai tarif. Data yang dilansir Ovum, salah satu perusahaan konsultan dan survei, diperkirakan bahwa sekitar tahun 2006 jumlah pengguna SMS dunia akan mulai menurun (dari sekitar 1.000 miliar per tahun), sementara pengguna MMS akan naik tajam (berkisar 350 miliar pesan per tahun) pada tahun yang sama. Dan, sekitar 3-4 tahun kemudian dimungkinkan akan memiliki jumlah yang sama. Namun, apakah hal itu akan terjadi di Indonesia dalam kisaran waktu tersebut?

Salah satu strategi yang diusulkan dalam mendorong peningkatan revenue melalui layanan MMS ini adalah dengan menghadirkan berbagai aplikasi yang dapat memicu penggunaan MMS sehingga kita akan memiliki justifikasi bahwa implementasi MMS ini bukan sekadar untuk menjaga gengsi saja yang pada gilirannya dapat menjadikan kita sebagai korban teknologi. Tapi, implementasi teknologi ini memang layak dilakukan karena memang memiliki tuntutan yang tinggi.

Saat ini kita sudah dapat mendapatkan berbagai ponsel ber-MMS dengan kisaran harga Rp 1,5 juta, dan tampaknya industri ponsel dan industri yang tergolong teknologi komunikasi dan informasi telah mencapai skala ekonominya sehingga biaya yang timbul akan semakin murah seiring dengan perkembangan waktu. Namun anehnya tarif telepon tetap terus naik. Dengan demikian, diharapkan tidak lama lagi akan tersedia banyak ponsel MMS yang terjangkau masyarakat luas. Hadirnya MMS bersamaan dengan beberapa fasilitas barunya menjadikan kita dapat membuat berbagai aplikasi yang lebih menarik.

Ada banyak aplikasi yang dapat dibangun dengan menggunakan platform MMS, antara lain aplikasi telemetri. Kalau sebelumnya kita hanya mendapatkan informasi berupa teks jika menggunakan SMS sebagai medianya, misalnya data temperatur mesin, sekarang dapat juga mendapatkan informasi berupa grafik mengenai perubahan temperatur dalam periode tertentu.

MMS juga dapat dimanfaatkan untuk aplikasi monitoring. Salah satu aplikasi yang dikembangkan oleh perusahaan lokal Jaya I-net adalah mengombinasikannya dengan kamera CCTV. Jika kamera tersebut terpasang di rumah, tempat penitipan anak, atau jalan raya, dengan menyambungkannya pada sebuah server berupa komputer sederhana, maka kapan pun Anda dapat mengetahui informasi keadaan rumah, kondisi anak di tempat penitipan anak, maupun kondisi lalu lintas jalan raya yang tidak hanya berupa teks informasi, namun juga gambar atau foto yang akan dikirimkan secara otomatis ke ponsel melalui MMS. Dan jika sedang di kantor, kita bisa mengakses server tersebut melalui jaringan Internet.

Saat ini teknologi komunikasi yang juga sedang marak adalah teknologi Wireless Fidelity atau yang sering banyak orang kenal sebagai Wireless LAN. Di Indonesia mungkin memang baru mulai berkembang dengan munculnya beberapa lokasi akses atau yang sering disebut Hot Spot yang kemudian dipadukan dengan teknologi seluler sebelumnya, yaitu GPRS. Dengan demikian, pada area di luar Hot Spot orang akan menggunakan akses GPRS untuk akses Internet mereka, namun secara otomatis akan berganti ke koneksi W-LAN begitu memasuki Hot Spot yang menawarkan kecepatan sampai 512 Kbps.

Pertanyaannya sekarang apakah pembangunan Hot Spot di banyak tempat memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan dapatkah tawaran berbagai layanan baru tersebut mendorong pertumbuhan profit? Saat ini sudah waktunya bagi kita untuk tidak hanya memperhatikan ARPU (average revenue per user) untuk mengetahui kinerja operator, namun lebih tepat kalau kita memperhatikan AMPU (average margin per user) karena dimungkinkan bahwa ARPU-nya naik, namun setelah dikurangi dengan biaya yang diperlukan untuk menghadirkan layanan tersebut ternyata biayanya lebih besar dibanding revenue yang didapat.

Begitu pula sebaliknya, jika ARPU turun apakah sudah pasti perusahaan tersebut rugi? Belum tentu! Karena dimungkinkan terjadi akibat meledaknya pengguna kartu prabayar yang kontribusi revenue setiap penggunanya rendah. Dan, karena jumlahnya yang banyak, maka akan mempengaruhi hasil rata-ratanya, di mana bilangan pembaginya menjadi besar padahal dengan hadirnya teknologi tinggi, biaya implementasi menjadi turun.

Dengan demikian, sekalipun ARPU-nya rendah, namun selama masih lebih besar dibandingkan biaya rata-rata yang dibutuhkan, operator tersebut masih akan untung. Oleh karena itu, tujuannya tidak sekadar peningkatan ARPU, misalnya dengan cara menghadirkan berbagai layanan baru, tetapi perlu diperhatikan juga apakah biaya implementasi layanan tersebut seimbang dengan kenaikan revenue-nya. Tampaknya kehadiran beragam layanan data yang diharapkan dapat mendorong peningkatan ARPU, tidak menjamin peningkatan profit mereka.

Karena itu, banyaknya teknologi baru yang hadir memerlukan kecermatan dalam memilih teknologi mana yang dapat diserap pasar. Kalau tidak, kita hanya akan tetap menjadi pasar teknologi yang empuk bagai para pemain asing dan secara ekonomis kita tidak mendapatkan keuntungan darinya.

Apabila diasumsikan biaya investasi untuk layanan MMS sebesar 1 juta dollar AS, jika tingkat pengembalian modal selama 5 tahun dengan tarif Rp 350, maka dibutuhkan trafik setiap harinya sekitar 15.000 MMS. Jadi, agar teknologi ini bisa diserap oleh pasar, seharusnya MMS diberikan tarif layaknya SMS dan fokus dilakukan dengan mendorong pertumbuhan trafik yang salah satunya melalui aplikasi. Banyaknya jumlah ponsel ber-MMS dengan harga yang terjangkau banyak kalangan, khususnya pengguna terbesar SMS/MMS yaitu kelompok muda, maka jumlah 15.000 per hari adalah jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian, tidak lama lagi MMS akan dapat menggantikan SMS sebagai penghasil revenue terbesar bagi operator setelah layanan suara.

sumber : Indra Gunawan Pengamat telekomunikasi, tinggal di Jakarta

Sentra Teknologi

KETIKA orang-orang mulai sibuk membicarakan masalah cetak biru pengembangan teknologi komunikasi informasi di Indonesia, muncul berbagai macam gagasan untuk mendorong kemajuan penggunaan teknologi yang sekarang terasa terseok-seok jalannya. Jadi, sinyalemen yang menyebutkan kalau tidak ada terobosan maka Indonesia akan menjadi pengguna dari teknologi yang masuk, bisa jadi merupakan kenyataan yang menyedihkan.

Ada juga yang berbicara tentang warung Internet (warnet) untuk dijadikan sebagai katalisator kemajuan teknologi informasi. Tetapi kalau kita merenungkan sejenak apa yang telah dihasilkan dengan kehadiran warnet selama ini, bisa jadi kita akan malu sendiri.

Banyak di antara kita tentunya yang masih ingat berbagai kasus carding yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, yang menyebabkan seluruh transaksi dengan menggunakan kartu kredit asal Indonesia di jaringan Internet tidak bisa digunakan sama sekali. Carding pada umumnya dimulai dari berbagai warnet yang tersebar di mana-mana.Di sisi lain, karena berkurangnya peminat orang- orang yang mengunjungi warnet, maka kebanyakan aktivitas pengguna teknologi informasi sekarang ini beralih menjadi game center yang menawarkan jasa permainan online, seperti Ragnarok atau Gunbound yang saat ini sangat populer menggantikan permainan first person shooting. Tidak ada yang salah dengan game center ini. Karena memang usaha warnet membutuhkan pemasukan yang pasti untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Selain itu, memainkan berbagai permainan digital adalah persinggungan kita yang paling awal untuk menjelajah manfaat teknologi komunikasi informasi selanjutnya. Karena itu, kita pun harus menyambut kehadiran berbagai game center dan tempat-tempat penyewaan permainan digital lainnya seperti tempat-tempat penyewaan PlayStation yang menyebar di mana-mana. Jadi untuk menggalang warnet ke dalam suatu wadah, gagasan yang muncul di tengah- tengah kebingungan kita mencari jati diri menghadapi derasnya perangkat teknologi yang masuk ke Indonesia dan perubahan drastis kemajuan teknologi menjadi upaya pemborosan. Karena sekarang ini telah banyak wadah organisasi teknologi komunikasi informasi yang ada dan tidak banyak membantu perkembangan teknologi di Indonesia.

Kita sering kali lupa kalau teknologi komunikasi informasi tersebut selalu memiliki proses pembelajaran yang sangat insentif. Itu sebabnya, semua ragam teknologi di pasaran mulai dari telepon genggam, komputer, televisi, dan sebagainya memiliki buku petunjuk yang mengantar penggunanya untuk menjalankan teknologi tersebut secara benar.

Oleh karena itu, pemberdayaan teknologi di Indonesia seyogianya dimulai di sekolah-sekolah, tempat di mana proses belajar mengajar berlangsung. Memang, persoalannya tidak cukup melalui pendanaan yang dialokasi pemerintah untuk mengisi sekolah-sekolah dengan teknologi ini.

Jadi yang diperlukan sekarang adalah upaya bersama untuk menjadikan sekolah-sekolah sebagai sentra teknologi Indonesia sebagai sebuah upaya terarah untuk membangkitkan kreativitas digital anak-anak sekolah kita. Secara gotong royong, baik kita, para importir (dengan memberikan komputer yang tidak dipakai atau menyisihkan dana keuntungannya sebesar setengah persen), dan semua pihak yang berkepentingan, niscaya dalam kurun waktu lima tahun ke depan, kehidupan berteknologi dan digitalisasi akan lebih baik. Semoga! (*)
Sumber: Kompas Cyber Media
KETIKA orang-orang mulai sibuk membicarakan masalah cetak biru pengembangan teknologi komunikasi informasi di Indonesia, muncul berbagai macam gagasan untuk mendorong kemajuan penggunaan teknologi yang sekarang terasa terseok-seok jalannya. Jadi, sinyalemen yang menyebutkan kalau tidak ada terobosan maka Indonesia akan menjadi pengguna dari teknologi yang masuk, bisa jadi merupakan kenyataan yang menyedihkan.

Ada juga yang berbicara tentang warung Internet (warnet) untuk dijadikan sebagai katalisator kemajuan teknologi informasi. Tetapi kalau kita merenungkan sejenak apa yang telah dihasilkan dengan kehadiran warnet selama ini, bisa jadi kita akan malu sendiri.

Banyak di antara kita tentunya yang masih ingat berbagai kasus carding yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, yang menyebabkan seluruh transaksi dengan menggunakan kartu kredit asal Indonesia di jaringan Internet tidak bisa digunakan sama sekali. Carding pada umumnya dimulai dari berbagai warnet yang tersebar di mana-mana.Di sisi lain, karena berkurangnya peminat orang- orang yang mengunjungi warnet, maka kebanyakan aktivitas pengguna teknologi informasi sekarang ini beralih menjadi game center yang menawarkan jasa permainan online, seperti Ragnarok atau Gunbound yang saat ini sangat populer menggantikan permainan first person shooting. Tidak ada yang salah dengan game center ini. Karena memang usaha warnet membutuhkan pemasukan yang pasti untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Selain itu, memainkan berbagai permainan digital adalah persinggungan kita yang paling awal untuk menjelajah manfaat teknologi komunikasi informasi selanjutnya. Karena itu, kita pun harus menyambut kehadiran berbagai game center dan tempat-tempat penyewaan permainan digital lainnya seperti tempat-tempat penyewaan PlayStation yang menyebar di mana-mana. Jadi untuk menggalang warnet ke dalam suatu wadah, gagasan yang muncul di tengah- tengah kebingungan kita mencari jati diri menghadapi derasnya perangkat teknologi yang masuk ke Indonesia dan perubahan drastis kemajuan teknologi menjadi upaya pemborosan. Karena sekarang ini telah banyak wadah organisasi teknologi komunikasi informasi yang ada dan tidak banyak membantu perkembangan teknologi di Indonesia.

Kita sering kali lupa kalau teknologi komunikasi informasi tersebut selalu memiliki proses pembelajaran yang sangat insentif. Itu sebabnya, semua ragam teknologi di pasaran mulai dari telepon genggam, komputer, televisi, dan sebagainya memiliki buku petunjuk yang mengantar penggunanya untuk menjalankan teknologi tersebut secara benar.

Oleh karena itu, pemberdayaan teknologi di Indonesia seyogianya dimulai di sekolah-sekolah, tempat di mana proses belajar mengajar berlangsung. Memang, persoalannya tidak cukup melalui pendanaan yang dialokasi pemerintah untuk mengisi sekolah-sekolah dengan teknologi ini.

Jadi yang diperlukan sekarang adalah upaya bersama untuk menjadikan sekolah-sekolah sebagai sentra teknologi Indonesia sebagai sebuah upaya terarah untuk membangkitkan kreativitas digital anak-anak sekolah kita. Secara gotong royong, baik kita, para importir (dengan memberikan komputer yang tidak dipakai atau menyisihkan dana keuntungannya sebesar setengah persen), dan semua pihak yang berkepentingan, niscaya dalam kurun waktu lima tahun ke depan, kehidupan berteknologi dan digitalisasi akan lebih baik. Semoga! (*)
Sumber: Kompas Cyber Media

Kearifan Teknologi

Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit? Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin. Jawaban yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar. (Albert Einstein)

KETIKA The Little Boy dan The Fat Man, dua bom atom AS, membubungkan cendawan merah di langit Kota Hiroshima dan Nagasaki tepat 59 tahun lalu yang diperingati pekan lalu, siapa pun akan miris membayangkannya. Wajah murka teknologi tampil beringas.

Sorotnya bukan cuma telah membumihanguskan kota logistik nan cantik Hiroshima, melainkan juga menebarkan paparan radiasi tinggi kepada penduduknya. Lalu ribuan orang mati terpanggang dan terkena efek somatik-genetik radiasi pengion.

Kemanusiaan kita pasti menyesalkan tragedi itu. Namun, seberapa jauh kita bisa belajar dari peristiwa ini, menyikapi sains dan teknologi secara arif? Ini adalah pekerjaan rumah kita.

Sains dalam praksis

Pasalnya, sains telah berkembang dengan sangat pesat. Ia yang semula terikat pada spiritualitas, terus bergeser ke arah praksis. Sains yang awalnya lebih merupakan aktivitas mental primum vivere, deinde philosophari (berjuang dulu untuk hidup baru setelah itu berfalsafah) telah menjelma dalam praksis sebagai "penjelas" (explain) dan "peramal" (predict) fenomena alam.

Namun, tonggak praksis sains yang paling menonjol adalah apa yang terjadi dalam Revolusi Industri melalui penemuan mesin uap (1769) oleh James Watt. Mimpi Francis Bacon dalam bukunya The New Atlantis sebagai negara yang sarat hi-tech mewujud. Menurut Capra dalam The Turning Point, "sejak Bacon, tujuan sains berubah menjadi pengetahuan yang dihambakan untuk menguasai dan mengendalikan alam, yakni untuk tujuan-tujuan yang antiekologis" (F Capra, 1997).

Bagaimana dahsyatnya revolusi yang mengawali era modern itu digambarkan Peter Gay dalam Age of Enlightenment, bahwa betapa para pengusaha pabrik baru tanpa kekangan hukum dan etika bergerak dengan penuh kekejaman dan tanpa norma kesusilaan. Mereka mempekerjakan anak-anak selama 14, 16, atau 18 jam per hari. Buruh terpaksa menerima peraturan-peraturan kejam, sedangkan hukuman bagi yang melanggar sangat keras dan bengis (Peter Gay, 1966).

Akhirnya gerakan Luddite pada tahun 1811 meledak dan menghancurkan mesin-mesin industri. Karenanya kenangan yang paling kuat atas masa itu bukanlah pada aplikasi sains termodinamika dan teknologi mesin uap itu sendiri, tetapi pada kenyataan bahwa James Watt telah mengubah struktur masyarakat petani dan bangsawan Inggris serta membelahnya menjadi kaum buruh-proletar dan majikan-borjuis yang saling bermusuhan, serta memunculkan tokoh sebesar Karl Marx.

Ketika Soddy menemukan fenomena pembelahan inti (nuclear fission) atau Enrico Fermi merancang reaktor pertama di bawah stadion sepak bola Universitas Chichago, tak ada gegap gempita yang membahana. Namun ketika Manhattan Project mengincar plutonium dari Reaktor B di Hanford Site, Nevada, beserta instalasi pengayaan uranium-235 untuk The Little Boy dan The Fat Man, maka tatanan global pun berubah. Bukan saja masyarakat Jepang yang kental dengan semangat Bushido dan rela mati demi kaisar berubah menjadi manusia-manusia individualis yang memandang miring Tenno Heika (kaisar), Kimigayo (lagu kebangsaan), dan Hinomaru (bendera nasional), bahkan nuklir telah mengubah struktur kekuatan politik-ekonomi global pasca-Perang Dunia II.



Perubahan cepat

Kini gerak perubahan itu semakin cepat. Pertama, jarak yang semakin pendek antara penemuan sains dengan aplikasi teknologi. Dalam fisika atom, misalnya, dulu orang meneliti sama sekali tidak dengan maksud memperoleh sumber energi baru, tetapi lebih pada rasa ingin tahu tentang struktur terkecil materi. Namun, setelah ditemukan fenomena pembelahan inti, maka fisika atom sudah menjadi teknologi.

Artinya, semakin lama jarak antara penemuan sains dan produk teknologi semakin pendek. Di masa lalu selang waktu itu puluhan tahun, akibatnya sains masih menjadi domain publik meskipun teknologinya menjadi rahasia dagang yang diperjualbelikan. Namun, sekarang, selang waktu itu menyusut menjadi tahunan saja karena konsentrasi pemikiran dan komunikasi supercanggih antarsaintis. Akibatnya, sains pun menjadi rahasia dagang.

Kedua, perubahan posisi pusat-pusat keunggulan sains dan teknologi. Pusat-pusat keunggulan yang semula berada di universitas ini telah berpindah ke lembaga riset pemerintah. Kemudian dengan semakin pendeknya selang antara penemuan sains dan teknologi, tajamnya persaingan dagang, serta nilai tingginya nilai ekonomis penemuan sains, posisi ini diambil alih perusahaan.

Terjadi pergeseran paradigma (techno-paradigm shift) di mana SDM menjadi modal utama perusahaan-bukan perangkat fisik lainnya-dan perusahaan pun bukan sekadar memproduk barang dan jasa, tetapi pemikiran. Bahkan, dalam banyak perusahaan manufaktur Jepang, investasi dalam riset jauh lebih besar daripada investasi untuk modal dan berubah dari tempat untuk memproduksi barang menjadi tempat untuk berpikir (Fumio Kodama, 1995).

Fenomena ini tampak pula pada industri di Silicon Valley seperti Apple Computer, Intel, Hewlett-Packard, Xerox, Lucent Technology, dan IBM. Bahkan model technology-belts seperti Silicon Valley digandrungi banyak negara seperti Tsukuba (Jepang), Hsinchu (Taiwan), industri kimia di Basel, Swiss, atau Puspiptek, Serpong. Artinya, perusahaan telah menjadi center of excellence pengembangan sains dan teknologi.

Dengan demikian, semakin hari sains dan teknologi makin terintegrasi dan tunduk pada mekanisme pasar. Riset akan lebih bersifat market driven ketimbang academic driven. Bila demikian, bersama globalisasi, korporasi multinasional (MNC) dapat mendiktekan teknologi asing pada suatu negara. Ini harus diwaspadai karena mereka, menurut Stuart Sim dalam Nirmanusia, adalah kapitalis lanjut yang nafsunya tiada berujung untuk melakukan ekspansi dan inovasi teknologi untuk melenyapkan moralitas kemanusiaan (Sim, 2001).

Karenanya perlu perlawanan terhadap nirmanusia, yakni ambruknya kemanusiaan yang dirancang oleh teknologi maju. Manusia perlu menentang segala solusi yang nirmanusiawi yang didukung oleh kekuatan-kekuatan "tekno-sains", yakni teknologi plus sains, plus kapitalisme lanjut, dan korporasi-korporasi multinasional.

Inilah awal tragedi seperti Minamata, Bhopal, Chernobyl, atau kasus Buyat yang baru-baru ini merebak. Fenomena ini perlu dicermati karena kekuatan investasi berhasil mendiktekan munculnya regulasi semacam UU Sumber Daya Air dan UU Penambangan di Kawasan Hutan Lindung atau memenangkan Pemda DKI terhadap KLH-dalam kasus reklamasi pantura-yang ujung- ujungnya memarjinalkan kualitas ekologis kita.

Sejarah memperlihatkan, sains dan teknologi tidak serta-merta membawa kebahagiaan dan membuat hidup lebih mudah. Penyelewengan teknologi telah menjungkirbalikkan nilai manfaat itu. Karenanya teknologi secara aksiologis perlu dikendalikan etika manusiawi agar penyesalan Einstein di atas menjadi bermakna. Perlu adanya suatu kearifan teknologi, yakni kearifan bagaimana menggunakan teknologi secara wajar agar ia membawa berkah, bukan bencana.

Inilah yang perlu direnungkan saat memperingati tragedi Hiroshima-Nagasaki.

Mulyanto Direktur ISTECS (Institute for Science and Technology Studies), Doktor Bidang Teknik Nuklir, dan Pernah 6 tahun Tinggal di Jepang

sumber; Kompas Cyber Media
Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit? Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin. Jawaban yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar. (Albert Einstein)

KETIKA The Little Boy dan The Fat Man, dua bom atom AS, membubungkan cendawan merah di langit Kota Hiroshima dan Nagasaki tepat 59 tahun lalu yang diperingati pekan lalu, siapa pun akan miris membayangkannya. Wajah murka teknologi tampil beringas.

Sorotnya bukan cuma telah membumihanguskan kota logistik nan cantik Hiroshima, melainkan juga menebarkan paparan radiasi tinggi kepada penduduknya. Lalu ribuan orang mati terpanggang dan terkena efek somatik-genetik radiasi pengion.

Kemanusiaan kita pasti menyesalkan tragedi itu. Namun, seberapa jauh kita bisa belajar dari peristiwa ini, menyikapi sains dan teknologi secara arif? Ini adalah pekerjaan rumah kita.

Sains dalam praksis

Pasalnya, sains telah berkembang dengan sangat pesat. Ia yang semula terikat pada spiritualitas, terus bergeser ke arah praksis. Sains yang awalnya lebih merupakan aktivitas mental primum vivere, deinde philosophari (berjuang dulu untuk hidup baru setelah itu berfalsafah) telah menjelma dalam praksis sebagai "penjelas" (explain) dan "peramal" (predict) fenomena alam.

Namun, tonggak praksis sains yang paling menonjol adalah apa yang terjadi dalam Revolusi Industri melalui penemuan mesin uap (1769) oleh James Watt. Mimpi Francis Bacon dalam bukunya The New Atlantis sebagai negara yang sarat hi-tech mewujud. Menurut Capra dalam The Turning Point, "sejak Bacon, tujuan sains berubah menjadi pengetahuan yang dihambakan untuk menguasai dan mengendalikan alam, yakni untuk tujuan-tujuan yang antiekologis" (F Capra, 1997).

Bagaimana dahsyatnya revolusi yang mengawali era modern itu digambarkan Peter Gay dalam Age of Enlightenment, bahwa betapa para pengusaha pabrik baru tanpa kekangan hukum dan etika bergerak dengan penuh kekejaman dan tanpa norma kesusilaan. Mereka mempekerjakan anak-anak selama 14, 16, atau 18 jam per hari. Buruh terpaksa menerima peraturan-peraturan kejam, sedangkan hukuman bagi yang melanggar sangat keras dan bengis (Peter Gay, 1966).

Akhirnya gerakan Luddite pada tahun 1811 meledak dan menghancurkan mesin-mesin industri. Karenanya kenangan yang paling kuat atas masa itu bukanlah pada aplikasi sains termodinamika dan teknologi mesin uap itu sendiri, tetapi pada kenyataan bahwa James Watt telah mengubah struktur masyarakat petani dan bangsawan Inggris serta membelahnya menjadi kaum buruh-proletar dan majikan-borjuis yang saling bermusuhan, serta memunculkan tokoh sebesar Karl Marx.

Ketika Soddy menemukan fenomena pembelahan inti (nuclear fission) atau Enrico Fermi merancang reaktor pertama di bawah stadion sepak bola Universitas Chichago, tak ada gegap gempita yang membahana. Namun ketika Manhattan Project mengincar plutonium dari Reaktor B di Hanford Site, Nevada, beserta instalasi pengayaan uranium-235 untuk The Little Boy dan The Fat Man, maka tatanan global pun berubah. Bukan saja masyarakat Jepang yang kental dengan semangat Bushido dan rela mati demi kaisar berubah menjadi manusia-manusia individualis yang memandang miring Tenno Heika (kaisar), Kimigayo (lagu kebangsaan), dan Hinomaru (bendera nasional), bahkan nuklir telah mengubah struktur kekuatan politik-ekonomi global pasca-Perang Dunia II.



Perubahan cepat

Kini gerak perubahan itu semakin cepat. Pertama, jarak yang semakin pendek antara penemuan sains dengan aplikasi teknologi. Dalam fisika atom, misalnya, dulu orang meneliti sama sekali tidak dengan maksud memperoleh sumber energi baru, tetapi lebih pada rasa ingin tahu tentang struktur terkecil materi. Namun, setelah ditemukan fenomena pembelahan inti, maka fisika atom sudah menjadi teknologi.

Artinya, semakin lama jarak antara penemuan sains dan produk teknologi semakin pendek. Di masa lalu selang waktu itu puluhan tahun, akibatnya sains masih menjadi domain publik meskipun teknologinya menjadi rahasia dagang yang diperjualbelikan. Namun, sekarang, selang waktu itu menyusut menjadi tahunan saja karena konsentrasi pemikiran dan komunikasi supercanggih antarsaintis. Akibatnya, sains pun menjadi rahasia dagang.

Kedua, perubahan posisi pusat-pusat keunggulan sains dan teknologi. Pusat-pusat keunggulan yang semula berada di universitas ini telah berpindah ke lembaga riset pemerintah. Kemudian dengan semakin pendeknya selang antara penemuan sains dan teknologi, tajamnya persaingan dagang, serta nilai tingginya nilai ekonomis penemuan sains, posisi ini diambil alih perusahaan.

Terjadi pergeseran paradigma (techno-paradigm shift) di mana SDM menjadi modal utama perusahaan-bukan perangkat fisik lainnya-dan perusahaan pun bukan sekadar memproduk barang dan jasa, tetapi pemikiran. Bahkan, dalam banyak perusahaan manufaktur Jepang, investasi dalam riset jauh lebih besar daripada investasi untuk modal dan berubah dari tempat untuk memproduksi barang menjadi tempat untuk berpikir (Fumio Kodama, 1995).

Fenomena ini tampak pula pada industri di Silicon Valley seperti Apple Computer, Intel, Hewlett-Packard, Xerox, Lucent Technology, dan IBM. Bahkan model technology-belts seperti Silicon Valley digandrungi banyak negara seperti Tsukuba (Jepang), Hsinchu (Taiwan), industri kimia di Basel, Swiss, atau Puspiptek, Serpong. Artinya, perusahaan telah menjadi center of excellence pengembangan sains dan teknologi.

Dengan demikian, semakin hari sains dan teknologi makin terintegrasi dan tunduk pada mekanisme pasar. Riset akan lebih bersifat market driven ketimbang academic driven. Bila demikian, bersama globalisasi, korporasi multinasional (MNC) dapat mendiktekan teknologi asing pada suatu negara. Ini harus diwaspadai karena mereka, menurut Stuart Sim dalam Nirmanusia, adalah kapitalis lanjut yang nafsunya tiada berujung untuk melakukan ekspansi dan inovasi teknologi untuk melenyapkan moralitas kemanusiaan (Sim, 2001).

Karenanya perlu perlawanan terhadap nirmanusia, yakni ambruknya kemanusiaan yang dirancang oleh teknologi maju. Manusia perlu menentang segala solusi yang nirmanusiawi yang didukung oleh kekuatan-kekuatan "tekno-sains", yakni teknologi plus sains, plus kapitalisme lanjut, dan korporasi-korporasi multinasional.

Inilah awal tragedi seperti Minamata, Bhopal, Chernobyl, atau kasus Buyat yang baru-baru ini merebak. Fenomena ini perlu dicermati karena kekuatan investasi berhasil mendiktekan munculnya regulasi semacam UU Sumber Daya Air dan UU Penambangan di Kawasan Hutan Lindung atau memenangkan Pemda DKI terhadap KLH-dalam kasus reklamasi pantura-yang ujung- ujungnya memarjinalkan kualitas ekologis kita.

Sejarah memperlihatkan, sains dan teknologi tidak serta-merta membawa kebahagiaan dan membuat hidup lebih mudah. Penyelewengan teknologi telah menjungkirbalikkan nilai manfaat itu. Karenanya teknologi secara aksiologis perlu dikendalikan etika manusiawi agar penyesalan Einstein di atas menjadi bermakna. Perlu adanya suatu kearifan teknologi, yakni kearifan bagaimana menggunakan teknologi secara wajar agar ia membawa berkah, bukan bencana.

Inilah yang perlu direnungkan saat memperingati tragedi Hiroshima-Nagasaki.

Mulyanto Direktur ISTECS (Institute for Science and Technology Studies), Doktor Bidang Teknik Nuklir, dan Pernah 6 tahun Tinggal di Jepang

sumber; Kompas Cyber Media

'Quantum' Penyelamat Computer?

Quantum selalu terdengar misterius. Huruf Q saja sudah misterius. Quantum sudah menjadi populer, dijadikan merk, tetapi sebetulnya tidak dimengerti. Quantum berlawanan dari fisika klasik dan semua intuisi kita. Engineering menghindari ilmu ini karena terlalu teoritis dan tidak bisa diaplikasi. Tapi ini mungkin adalah satu-satunya harapan untuk menghindari akhir dari kemajuan komputer.

Meskipun kita selalu heran melihat model komputer baru muncul setiap bulan, secara teoritis ini ada ujungnya. Komputasi masa kini - komputer konvensional - dikerjakan oleh transistor, dan kecepatannya bergantung pada ukuran transistor. Kemajuan komputer yang sampai sekarang terjadi adalah karena transistor menjadi semakin kecil. Gordon Moore, co-founder dari Intel, pada tahun 60-an berkata, jumlah transistor per inchi persegi akan berlipat dua kali setiap tahun.

Suatu hari transistor itu bisa menjadi sebesar satu atom dan Richard Feynmann, fisikawan terhebat sejak Albert Einstein, berpendapat bahwa ini adalah ukuran transistor terkecil yang mungkin. Tentunya ini keberhasilan luar bisa untuk mencapai ukuran itu, namun apakah ini betul-betul akhir dari kemajuan komputer? Tidak, dengan adanya Quantum Computer. Quantum Computer, berbeda dengan banyak istilah lain, memang memakai fenomena quantum yang tidak bisa ditiru komputer konvensional. Ini bukan pengembangan komputer biasa, melainkan konsep yang baru sama sekali.

Quantum Computer dapat memproses jauh lebih cepat daripada komputer konvensional. Pada dasarnya, quantum computer dapat memproses secara paralel, sehingga berkomputasi jauh lebih cepat. Untuk 1.000.000 data, komputer convensional perlu 500.000 perhitungan, sedangkan Quantum Computer hanya perlu 1000. Artinya, bisa 500 kali lebih cepat! Ini hanya bisa dicapai dengan teori Quantum. Quantum, berlawanan dari intuisi kita, berkata bahwa tidak ada sesuatu yang pasti. Sebuah partikel tidak bisa dikatakan pasti berada di suatu tempat, melainkan hanya probabilitas yang disebut fungsi gelombang.



Kalau kita mencoba mencari atom dengan mikroskop tercanggih pun, kita tidak akan bisa tahu persis di mana atom itu berada. Ini bukan kekurangan pada alat, ini adalah sifat alam itu sendiri yang aneh. Pada saat diamati, fungsi gelombang ini runtuh dan partikel itu menjadi nyata (karena itu, kita tidak pernah melihat sebuah fungsi gelombang). Misal sesuatu partikel hanya mungkin bisa berada dalam dua kondisi A atau B. Kalau kita amati, akan kita peroleh A atau B, bergantian. Namun selama tidak diamati, partikel itu akan berada pada A dan B bersamaan (partikel itu berada dalam superposisi dari A dan B).

Seperti seseorang bingung memilih antara ayam dan ikan di restoran, dia akan selama mungkin menahan keputusan dan melihat menu terus, berpikir, sampai saat pelayan datang dan dia akhirnya harus memesan salah satu. Tetapi sebelum pelayan (pengamat) datang, dia berada dalam superposisi dari ayam dan ikan.

Erwin Schrvdinger, penemu prinsip ketidakpastian ini, dalam eksperimen khayalan Schrvdinger's Cat, bahkan membuktikan bahwa sebelum diamati, kucing dalam eksperimennya bisa berada dalam keadaan hidup dan mati sekaligus - hidup juga dan mati juga!

Sifat yang aneh dan membingungkan ini justru diandalkan Quantum Computer. Sehebat-hebatnya komputer konvensional, dia selalu bekerja dengan bits, angka biner yang hanya bisa 1 atau 0. Quantum Computer bisa lepas dari restriksi ini, karena bisa berada dalam keadaan superposisi 1 dan 0 pada saat yang sama. Angka ini dinamai qubits (quantum bits, tentunya) yang bisa 1, bisa 0 atau bisa berada di antara 1 dan 0 - ingat, ini bukan berarti 0,6 melainkan 60% probabilitas A dan 40% probabilitas B.

Qubits yang digunakan adalah spin dari atom atau elektron. Spin yang tidak ada analogi di fisika klasik adalah sifat suatu partikel yang memiliki dua alternatif, up atau down. Kita bisa menganggap bahwa up adalah 1 dan down adalah 0. Selama tidak diamati, qubits bisa berada dalam superposisi dari up dan down, dan berinteraksi dengan qubits lain. Dua qubits bisa berada dalam empat keadaan sekaligus: 00, 10, 01 dan 11; empat qubits bisa delapan keadaan sekaligus. Sebuah quantum computer dengan 100 qubits bisa memproses 2100 keadaan bersamaan, sama seperti komputer konvensional dengan 1030 prosesor!

Apakah betul Quantum Computer ini bisa dibuat? Jawabannya, Quantum Computer sudah pernah dibuat! Tahun 2000, IBM sudah membuat quantum computer dengan 5 qubits dengan atom sebagai prosesornya.

Pertanyaanya kini, apakah quantum computer ini bisa ekonomis untuk semua orang? Dengan potensi yang luar biasa, tentunya quantum tidak hanya dilirik oleh fisika teori tapi juga oleh engineering. Suatu hari, dan mungkin tidak lama lagi, kita bisa saja melihat Quantum Computer bukan sebagai impian tapi sebagai kuliah teknik.

Aree Witoelar, Alumnus Teknik Fisika ITB, sedang menyelesaikan program Master di University of Groningen, Belanda.

Sumber: Pikiran Rakyat
Quantum selalu terdengar misterius. Huruf Q saja sudah misterius. Quantum sudah menjadi populer, dijadikan merk, tetapi sebetulnya tidak dimengerti. Quantum berlawanan dari fisika klasik dan semua intuisi kita. Engineering menghindari ilmu ini karena terlalu teoritis dan tidak bisa diaplikasi. Tapi ini mungkin adalah satu-satunya harapan untuk menghindari akhir dari kemajuan komputer.

Meskipun kita selalu heran melihat model komputer baru muncul setiap bulan, secara teoritis ini ada ujungnya. Komputasi masa kini - komputer konvensional - dikerjakan oleh transistor, dan kecepatannya bergantung pada ukuran transistor. Kemajuan komputer yang sampai sekarang terjadi adalah karena transistor menjadi semakin kecil. Gordon Moore, co-founder dari Intel, pada tahun 60-an berkata, jumlah transistor per inchi persegi akan berlipat dua kali setiap tahun.

Suatu hari transistor itu bisa menjadi sebesar satu atom dan Richard Feynmann, fisikawan terhebat sejak Albert Einstein, berpendapat bahwa ini adalah ukuran transistor terkecil yang mungkin. Tentunya ini keberhasilan luar bisa untuk mencapai ukuran itu, namun apakah ini betul-betul akhir dari kemajuan komputer? Tidak, dengan adanya Quantum Computer. Quantum Computer, berbeda dengan banyak istilah lain, memang memakai fenomena quantum yang tidak bisa ditiru komputer konvensional. Ini bukan pengembangan komputer biasa, melainkan konsep yang baru sama sekali.

Quantum Computer dapat memproses jauh lebih cepat daripada komputer konvensional. Pada dasarnya, quantum computer dapat memproses secara paralel, sehingga berkomputasi jauh lebih cepat. Untuk 1.000.000 data, komputer convensional perlu 500.000 perhitungan, sedangkan Quantum Computer hanya perlu 1000. Artinya, bisa 500 kali lebih cepat! Ini hanya bisa dicapai dengan teori Quantum. Quantum, berlawanan dari intuisi kita, berkata bahwa tidak ada sesuatu yang pasti. Sebuah partikel tidak bisa dikatakan pasti berada di suatu tempat, melainkan hanya probabilitas yang disebut fungsi gelombang.



Kalau kita mencoba mencari atom dengan mikroskop tercanggih pun, kita tidak akan bisa tahu persis di mana atom itu berada. Ini bukan kekurangan pada alat, ini adalah sifat alam itu sendiri yang aneh. Pada saat diamati, fungsi gelombang ini runtuh dan partikel itu menjadi nyata (karena itu, kita tidak pernah melihat sebuah fungsi gelombang). Misal sesuatu partikel hanya mungkin bisa berada dalam dua kondisi A atau B. Kalau kita amati, akan kita peroleh A atau B, bergantian. Namun selama tidak diamati, partikel itu akan berada pada A dan B bersamaan (partikel itu berada dalam superposisi dari A dan B).

Seperti seseorang bingung memilih antara ayam dan ikan di restoran, dia akan selama mungkin menahan keputusan dan melihat menu terus, berpikir, sampai saat pelayan datang dan dia akhirnya harus memesan salah satu. Tetapi sebelum pelayan (pengamat) datang, dia berada dalam superposisi dari ayam dan ikan.

Erwin Schrvdinger, penemu prinsip ketidakpastian ini, dalam eksperimen khayalan Schrvdinger's Cat, bahkan membuktikan bahwa sebelum diamati, kucing dalam eksperimennya bisa berada dalam keadaan hidup dan mati sekaligus - hidup juga dan mati juga!

Sifat yang aneh dan membingungkan ini justru diandalkan Quantum Computer. Sehebat-hebatnya komputer konvensional, dia selalu bekerja dengan bits, angka biner yang hanya bisa 1 atau 0. Quantum Computer bisa lepas dari restriksi ini, karena bisa berada dalam keadaan superposisi 1 dan 0 pada saat yang sama. Angka ini dinamai qubits (quantum bits, tentunya) yang bisa 1, bisa 0 atau bisa berada di antara 1 dan 0 - ingat, ini bukan berarti 0,6 melainkan 60% probabilitas A dan 40% probabilitas B.

Qubits yang digunakan adalah spin dari atom atau elektron. Spin yang tidak ada analogi di fisika klasik adalah sifat suatu partikel yang memiliki dua alternatif, up atau down. Kita bisa menganggap bahwa up adalah 1 dan down adalah 0. Selama tidak diamati, qubits bisa berada dalam superposisi dari up dan down, dan berinteraksi dengan qubits lain. Dua qubits bisa berada dalam empat keadaan sekaligus: 00, 10, 01 dan 11; empat qubits bisa delapan keadaan sekaligus. Sebuah quantum computer dengan 100 qubits bisa memproses 2100 keadaan bersamaan, sama seperti komputer konvensional dengan 1030 prosesor!

Apakah betul Quantum Computer ini bisa dibuat? Jawabannya, Quantum Computer sudah pernah dibuat! Tahun 2000, IBM sudah membuat quantum computer dengan 5 qubits dengan atom sebagai prosesornya.

Pertanyaanya kini, apakah quantum computer ini bisa ekonomis untuk semua orang? Dengan potensi yang luar biasa, tentunya quantum tidak hanya dilirik oleh fisika teori tapi juga oleh engineering. Suatu hari, dan mungkin tidak lama lagi, kita bisa saja melihat Quantum Computer bukan sebagai impian tapi sebagai kuliah teknik.

Aree Witoelar, Alumnus Teknik Fisika ITB, sedang menyelesaikan program Master di University of Groningen, Belanda.

Sumber: Pikiran Rakyat

Nanoteknologi, Antara Impian dan Kenyataan

Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara maju di dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi. Milyaran dollar dana mulai dikucurkan di negara-negara ini, di berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci Nanoteknologi. Sebenarnya apa itu nanoteknologi? Dan mengapakah begitu banyak peneliti di berbagai negara berlomba-lomba memasuki bidang yang satu ini? Seberapa luaskah ruang lingkupnya? Mengapakah baru beberapa tahun ini terjadi boom nanoteknologi?

Sesuai dengan namanya, nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, atau sepersemilyar meter. Untuk dapat membayangkan dimensi nanometer, bisa kita ambil contoh dari tubuh kita sendiri.

Sehelai rambut manusia kira-kira memiliki diameter 50 mikrometer. Satu mikrometer sendiri adalah seperseribu milimeter. Dan satu milimeter adalah ukuran satuan panjang terkecil pada penggaris tulis 30 cm yang biasa dipakai anak-anak sekolah. Dan satu nanometer adalah seperseribu mikrometer, atau kira-kira sama dengan diameter rambut kita yang telah dibelah 50.000 kali!!  Sebagai perbandingan lain, ukuran sel darah merah kita adalah sekitar 20 mikro meter, dan sel bakteri perut adalah 2 mikro meter. Protein memiliki ukuran beberapa puluh nanometer.

Dari sudut pandang ukuran atas ke bawah (top-down) seperti itu, nanoteknologi menjadi penting dalam dunia rekayasa karena manusia berusaha untuk mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala ukuran yang lebih kecil dan lebih kecil. Mengapa? Orang bilang, "small is beautiful (kecil itu indah)", tetapi, tentu saja mengintegrasikan suatu fungsi mesin atau perkakas dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga berarti memperkecil energi yang diperlukan per suatu fungsi kerja dan berarti pula mempercepat proses serta mempermurah biaya pekerjaan. Sebagai contoh yang mudah kita pahami adalah apa yang terjadi pada dunia komputer dan mikroprosesor. Pabrik-pabrik mikroprosesor seperti IBM, Intel dan Motorola terus berusaha mempertinggi tingkat integrasi mikroprosesornya.

Sekira sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu, jarak antar gate (gerbang) MOS (Semikonduktor oksida logam) adalah 0,75 m, dan level integrasinya pada 5P 80386 hingga 80486 adalah sekira 100.000 sampai 1 juta transistor dalam satu chip. Tapi, pada Pentium IV, teknologi pemrosesan IC (rangkaian terintegrasi) yang dipakai telah berhasil memperkecil jarak antar gerbang menjadi hanya 0,125 m dan mencapai level integrasi hingga 100 juta transistor dalam satu keping chip.

Jarak yang lebih kecil antar gerbang berarti makin kecilnya waktu yang diperlukan untuk perjalanan suatu elektron (artinya switching rate makin cepat) dan berarti pula makin kecilnya daya yang diperlukan prosesor tersebut. Lebih dari itu, makin banyak fungsi yang bisa diintegrasikan dalam prosesor tersebut, seperti built-in multimedia, pemrosesan suara, dan lain sebagainya.



Selain itu, teknologi pemrosesan IC ini mulai digunakan pula untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi mekanik dan elektrik untuk membuat mesin, sensor atau aktuator pada ukuran milli, mikro, hingga nanometer. Struktur mikro yang mengintegrasikan fungsi mekanik dan elektrik inilah yang biasa disebut Micro Electro Mechanical System (MEMS). Sebagai contoh teknologi MEMS memungkinkan pembuatan array sensor tekanan yang berukuran demikian kecil (Gambar 1) hingga dapat ditaruh di mana saja di suatu struktur bangunan atau mesin, misalnya.

Namun, apakah nanoteknologi hanya berkutat dengan rekayasa IC dan mikroelektronika yang kemudian diterapkan pula untuk mikromekanika? Jika hanya demikian apakah perlunya terminologi ini demikian digembar-gemborkan akhir-;akhir ini?

Ternyata memang nanoteknologi yang kini tengah booming tidak hanya terkait dengan rekayasa konvensional top-down IC atau MEMS. Semuanya ini bermula dari pidato ilmiah pemenang Nobel, Richard Feynman tahun 1959, yang berjudul "There is plenty room at the bottom" (Ada banyak ruang di bawah), yang kini banyak dikutip para peminat nanoteknologi.

Saat itu Feynman mengatakan, adalah mungkin (setidaknya saat itu masih dalam impian) untuk membuat suatu mesin dalam ukuran demikian kecil, yang kemudian dapat digunakan untuk memanipulasi material pada skala ukuran tersebut. Bahkan, saat itu Feynman menyatakan pula, seandainya seorang fisikawan dibekali "mesin" yang tepat untuk memanipulasi atom dan menaruhnya pada tempat yang sesuai, maka ia secara teoritis dapat membuat senyawa atau molekul apa saja, tentu saja yang stabil energinya (stabil = level energi minimum).

Sistem seperti itu, sekalipun bukan pada level atom, setidaknya telah ada di alam, sebagaimana telah ditulis pula oleh K. Eric Drexler dalam landmark papernya tahun 1981, dan mengenalkan istilah molecular manufacturing (manufaktur molekular). Dalam karya tulisnya tersebut, Drexler memberikan beberapa contoh, betapa mesin-mesin berukuran nanometer telah ada di alam dan bagaimana mereka telah terlibat dalam penyusunan molekul dan informasi dalam sel makhluk hidup. Misalnya, ribosom yang menyusun asam amino satu demi satu berdasarkan informasi RNA, untuk memfabrikasi protein, kemudian sistem genetika (enzim-enzim DNA polymerase, RNA polymerase, dll) yang menyimpan dan mengolah informasi genetik, flagella (semacam struktur 'rambut') pada bakteria sebagai motor penggerak, dan lain sebagainya.

Kemampuan untuk memanipulasi material pada skala nanometer adalah penting, sebab pada skala ukuran inilah material mulai membentuk sifat-sifat tertentu berdasarkan strukturnya. Pada level yang lebih kecil, level atomik (skala Angstrom), sifat yang dimiliki adalah sifat dasar atom itu sendiri. Ketika atom mulai bergandeng satu sama lain dan menyusun struktur molekular tertentu, sifatnya pun akan berbeda menurut struktur tersebut. Misalnya, atom Karbon (C), yang ketika tersusun dalam struktur tetrahedron tiga dimensi akan membentuk intan yang keras, tetapi ketika tersusun dalam struktur heksagonal dua dimensi dan membentuk lapisan-lapisan, maka yang kita dapati adalah grafit (bahan baku pensil) yang rapuh.



Nanoteknologi manufaktur molekular diarahkan pada pengembangan metoda (misal berupa 'mesin' berukuran nanometer) yang dapat melakukan penyusunan atom atau molekul komponen tersebut secara teratur dan terkendali untuk membentuk struktur yang diinginkan. Model fabrikasi material bawah ke atas (bottom-up) yang berlawanan dengan teknologi top-down konvensional seperti ini akan memungkinan pengontrolan yang amat presisi sifat material yang terbentuk (misalnya bebas defek/cacat).

Selain itu mengurangi timbulnya limbah saat fabrikasi karena hanya atom/molekul yang akan dipakai saja yang dimanipulasi (berbeda dengan metode atas-bawah yang kerap menimbulkan limbah akibat adanya material yang tak terpakai), dan tentu saja kemungkinan penghematan energi yang juga berarti penghematan biaya. Sistem fotosintesis pada tanaman misalnya adalah suatu contoh sistem manufaktur molekular dengan efisiensi energi yang tinggi.

Masalahnya kemudian, bagaimanakah komponen atom atau molekul tersebut dapat disusun? Seperti juga pendekatan ribosom pada sel, Drexler mengusulkan dibuatnya "lengan-lengan" robot dan komponen mesin lainnya berukuran nano yang memungkinkan untuk melakukan proses-proses layaknya fabrikasi pada level makro: sortir material, konversi energi, penempatan material, dll.

Metode ini disebut Mekanosintesis, melakukan sintesis kimia secara mekanis. Beberapa struktur mesin ukuran nano (yang dibentuk dari beberapa ribu hingga juta atom) telah berhasil disimulasi dengan komputer, yang berarti secara matematis dan fisis mungkin untuk dibuat. Sebagai contoh adalah dinding ruang berisi bahan material dan rotor pompa yang berfungsi memilih secara selektif atom Neon (Ne) untuk siap dipakai pada proses selanjutnya (Gambar 2).

Masalah berikutnya, seandainya struktur seperti itu memang "mungkin" (baca: stabil secara termodinamis) untuk dibuat, bagaimanakah proses untuk membuat struktur-struktur awal yang akan digunakan sebagai mesin-mesin untuk fabrikasi nano berikutnya? Dan dari manakah energi penggerak mulanya?

Beberapa alternatif telah mulai diusulkan dicoba untuk mengatasi masalah pertama. Nadrian Seeman mencoba untuk membuat struktur-struktur dasar tersebut dari molekul DNA (asam deoksiribonukleat, senyawa dasar gen) dengan mengandalkan sifat swa-rakit (self-assembly) dari DNA, yaitu Adenin berikatan dengan Thymin dan Guanin berikatan dengan Cytosin.

Dengan mensintesis DNA dengan deret tertentu, Seeman berhasil membuat bentuk-bentuk dasar kubus dan devais nanomekanik DNA. Peneliti lain di NASA Ames Research Center mensimulasi penggunaan Tabung Nano Karbon (suatu struktur atom karbon berbentuk tabung berdimensi nanometer yang disintesis dengan prinsip swa-rakit dari karbon, menggunakan katalis logam tertentu) untuk membentuk gir dan poros mesin. Struktur gir atau poros bisa dibuat dari tabung nano karbon dengan reaksi kimia tertentu untuk "menempatkan" gugus molekul kimia berbentuk roda (misal benzena) di sekeliling tabung (Gambar 3).

Cara lain untuk menyusun komponen atom atau molekul pada tahap awal ini adalah dengan menggunakan instrumen nanoteknologi, seperti Mikroskop Gaya Atom (Atomic Force Microscope, AFM), dan Mikroskop Pemindaian Terobosan Elektron (Scanning Tunneling Microscope, STM). Prinsip dasar kedua mikroskop tersebut adalah seperti menggerakkan "tangan peraba" dalam koordinat x-y, sambil mempertahankan jarak (koordinat z) antara "tangan peraba" dengan sampel yang dipelajari (Gambar 4).

Disebut "tangan peraba" karena memang mikroskop-mikroskop ini tidak lagi memakai cahaya sebagai alat pencitraan akibat keterbatasan cahaya pada skala nanometer (adanya efek difraksi cahaya). AFM mendeteksi gaya non kovalen (non ikatan kimia, seperti gaya elektrostatik dan gaya Van der Waals) antara sampel dengan "tangan peraba", sedangkan STM mendeteksi terobosan elektron dari "tangan peraba" yang menembus sampel dan diterima suatu detektor di bawah sampel.



Mula-mula memang instrumen-instrumen ini terbatas hanya digunakan untuk keperluan karakterisasi atau 'pencitraan' sampel. Tapi, belakangan ini, mulai pula digunakan untuk memanipulasi molekul dan atom. Dengan mengubah besar arus terobosan pada STM misalnya, kita bisa mengambil atom O dan mereaksikannya dengan molekul CO untuk membentuk molekul CO2 dan semuanya ini dilakukan dengan presisi molekul tunggal. Pada reaksi kimia biasa, diperlukan cukup banyak komponen molekul yang bereaksi untuk memungkinkan, secara statistik, terjadinya "tumbukan" antar molekul tersebut.

Berkenaan dengan masalah suplai energi struktur mesin pada skala nano, Prof. Montemagno di University of California at Los Angeles telah berhasil mencoba menggunakan bio-nanomotor alami F1-ATPase untuk menggerakkan propeler yang dibuat dengan teknologi MEMS. Bernard Yurke di Bell Labs. menggunakan DNA untuk mencoba membuat nano-motor.

Alternatif lain yang mungkin adalah mengkombinasikan nanoteknologi atas-bawah MEMS dengan nanoteknologi bawah-atas. Motor elektrik dan pembangkit energi (misal baterai lapisan tipis) pada skala mikrometer dengan teknologi MEMS telah banyak dilaporkan. Berikutnya tinggal mentransmisikan gerak dari motor tersebut ke struktur "lengan" robot pada skala yang lebih kecil - nanometer.

Impian nanoteknologi untuk dapat memanipulasi bahan dengan tingkat fleksibilitas sama dengan yang telah dicapai manusia dalam memanipulasi data dengan teknologi informasi, mungkin masih terasa jauh dan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Namun, dalam perkembangannya yang masih muda saat ini pun, nanoteknologi telah memberikan warna baru dalam bidang-bidang lain.

Penerapan nanoteknologi dalam bioteknologi analitis misalnya memungkinkan metode-metode baru yang jauh lebih sensitif dan stabil dibandingkan metode konvensional. Perkembangan MEMS, yang sekalipun berangkat dari teknologi konvensional IC, masih berlangsung demikian pesat, dengan adanya aplikasi-aplikasi baru dalam optik (muncul MOEMS - Micro Optical Electro Mechanical System), dalam sistem sensor terintegrasi nir-kawat, dan juga dalam aplikasi RF (Radio Frequency)-MEMS.

Pada pengembangan nanoteknologi inilah demikian terasa, betapa latar belakang ilmu dan teknologi yang multi disiplin sangat diperlukan: matematika untuk pemodelan, fisika untuk pemahaman fenomena-fenomena gaya dan energi, kimia (anorganik maupun organik) untuk pemahaman sifat material, serta biologi untuk pembelajaran sistem-sistem rekayasa pada makhluk hidup.

Selain itu kreativitas dan daya kreasi yang tinggi sangat diperlukan untuk menemukan terobosan teknik dan metoda baru, serta aplikasi yang cocok. Tentu saja keluhuran moral dan agama tetap diperlukan agar penerapan teknologi ini tidak malah merugikan keberlangsungan hidup ummat manusia.

Dedy H.B. Wicaksono, Alumnus Teknik Fisika ITB, kandidat doktor bidang Biomimetic Sensor di Dept. Microelectronics, Technische Universiteit Delft, Belanda.

Sumber: Pikiran Rakyat
Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara maju di dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi. Milyaran dollar dana mulai dikucurkan di negara-negara ini, di berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci Nanoteknologi. Sebenarnya apa itu nanoteknologi? Dan mengapakah begitu banyak peneliti di berbagai negara berlomba-lomba memasuki bidang yang satu ini? Seberapa luaskah ruang lingkupnya? Mengapakah baru beberapa tahun ini terjadi boom nanoteknologi?

Sesuai dengan namanya, nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, atau sepersemilyar meter. Untuk dapat membayangkan dimensi nanometer, bisa kita ambil contoh dari tubuh kita sendiri.

Sehelai rambut manusia kira-kira memiliki diameter 50 mikrometer. Satu mikrometer sendiri adalah seperseribu milimeter. Dan satu milimeter adalah ukuran satuan panjang terkecil pada penggaris tulis 30 cm yang biasa dipakai anak-anak sekolah. Dan satu nanometer adalah seperseribu mikrometer, atau kira-kira sama dengan diameter rambut kita yang telah dibelah 50.000 kali!!  Sebagai perbandingan lain, ukuran sel darah merah kita adalah sekitar 20 mikro meter, dan sel bakteri perut adalah 2 mikro meter. Protein memiliki ukuran beberapa puluh nanometer.

Dari sudut pandang ukuran atas ke bawah (top-down) seperti itu, nanoteknologi menjadi penting dalam dunia rekayasa karena manusia berusaha untuk mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala ukuran yang lebih kecil dan lebih kecil. Mengapa? Orang bilang, "small is beautiful (kecil itu indah)", tetapi, tentu saja mengintegrasikan suatu fungsi mesin atau perkakas dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga berarti memperkecil energi yang diperlukan per suatu fungsi kerja dan berarti pula mempercepat proses serta mempermurah biaya pekerjaan. Sebagai contoh yang mudah kita pahami adalah apa yang terjadi pada dunia komputer dan mikroprosesor. Pabrik-pabrik mikroprosesor seperti IBM, Intel dan Motorola terus berusaha mempertinggi tingkat integrasi mikroprosesornya.

Sekira sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu, jarak antar gate (gerbang) MOS (Semikonduktor oksida logam) adalah 0,75 m, dan level integrasinya pada 5P 80386 hingga 80486 adalah sekira 100.000 sampai 1 juta transistor dalam satu chip. Tapi, pada Pentium IV, teknologi pemrosesan IC (rangkaian terintegrasi) yang dipakai telah berhasil memperkecil jarak antar gerbang menjadi hanya 0,125 m dan mencapai level integrasi hingga 100 juta transistor dalam satu keping chip.

Jarak yang lebih kecil antar gerbang berarti makin kecilnya waktu yang diperlukan untuk perjalanan suatu elektron (artinya switching rate makin cepat) dan berarti pula makin kecilnya daya yang diperlukan prosesor tersebut. Lebih dari itu, makin banyak fungsi yang bisa diintegrasikan dalam prosesor tersebut, seperti built-in multimedia, pemrosesan suara, dan lain sebagainya.



Selain itu, teknologi pemrosesan IC ini mulai digunakan pula untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi mekanik dan elektrik untuk membuat mesin, sensor atau aktuator pada ukuran milli, mikro, hingga nanometer. Struktur mikro yang mengintegrasikan fungsi mekanik dan elektrik inilah yang biasa disebut Micro Electro Mechanical System (MEMS). Sebagai contoh teknologi MEMS memungkinkan pembuatan array sensor tekanan yang berukuran demikian kecil (Gambar 1) hingga dapat ditaruh di mana saja di suatu struktur bangunan atau mesin, misalnya.

Namun, apakah nanoteknologi hanya berkutat dengan rekayasa IC dan mikroelektronika yang kemudian diterapkan pula untuk mikromekanika? Jika hanya demikian apakah perlunya terminologi ini demikian digembar-gemborkan akhir-;akhir ini?

Ternyata memang nanoteknologi yang kini tengah booming tidak hanya terkait dengan rekayasa konvensional top-down IC atau MEMS. Semuanya ini bermula dari pidato ilmiah pemenang Nobel, Richard Feynman tahun 1959, yang berjudul "There is plenty room at the bottom" (Ada banyak ruang di bawah), yang kini banyak dikutip para peminat nanoteknologi.

Saat itu Feynman mengatakan, adalah mungkin (setidaknya saat itu masih dalam impian) untuk membuat suatu mesin dalam ukuran demikian kecil, yang kemudian dapat digunakan untuk memanipulasi material pada skala ukuran tersebut. Bahkan, saat itu Feynman menyatakan pula, seandainya seorang fisikawan dibekali "mesin" yang tepat untuk memanipulasi atom dan menaruhnya pada tempat yang sesuai, maka ia secara teoritis dapat membuat senyawa atau molekul apa saja, tentu saja yang stabil energinya (stabil = level energi minimum).

Sistem seperti itu, sekalipun bukan pada level atom, setidaknya telah ada di alam, sebagaimana telah ditulis pula oleh K. Eric Drexler dalam landmark papernya tahun 1981, dan mengenalkan istilah molecular manufacturing (manufaktur molekular). Dalam karya tulisnya tersebut, Drexler memberikan beberapa contoh, betapa mesin-mesin berukuran nanometer telah ada di alam dan bagaimana mereka telah terlibat dalam penyusunan molekul dan informasi dalam sel makhluk hidup. Misalnya, ribosom yang menyusun asam amino satu demi satu berdasarkan informasi RNA, untuk memfabrikasi protein, kemudian sistem genetika (enzim-enzim DNA polymerase, RNA polymerase, dll) yang menyimpan dan mengolah informasi genetik, flagella (semacam struktur 'rambut') pada bakteria sebagai motor penggerak, dan lain sebagainya.

Kemampuan untuk memanipulasi material pada skala nanometer adalah penting, sebab pada skala ukuran inilah material mulai membentuk sifat-sifat tertentu berdasarkan strukturnya. Pada level yang lebih kecil, level atomik (skala Angstrom), sifat yang dimiliki adalah sifat dasar atom itu sendiri. Ketika atom mulai bergandeng satu sama lain dan menyusun struktur molekular tertentu, sifatnya pun akan berbeda menurut struktur tersebut. Misalnya, atom Karbon (C), yang ketika tersusun dalam struktur tetrahedron tiga dimensi akan membentuk intan yang keras, tetapi ketika tersusun dalam struktur heksagonal dua dimensi dan membentuk lapisan-lapisan, maka yang kita dapati adalah grafit (bahan baku pensil) yang rapuh.



Nanoteknologi manufaktur molekular diarahkan pada pengembangan metoda (misal berupa 'mesin' berukuran nanometer) yang dapat melakukan penyusunan atom atau molekul komponen tersebut secara teratur dan terkendali untuk membentuk struktur yang diinginkan. Model fabrikasi material bawah ke atas (bottom-up) yang berlawanan dengan teknologi top-down konvensional seperti ini akan memungkinan pengontrolan yang amat presisi sifat material yang terbentuk (misalnya bebas defek/cacat).

Selain itu mengurangi timbulnya limbah saat fabrikasi karena hanya atom/molekul yang akan dipakai saja yang dimanipulasi (berbeda dengan metode atas-bawah yang kerap menimbulkan limbah akibat adanya material yang tak terpakai), dan tentu saja kemungkinan penghematan energi yang juga berarti penghematan biaya. Sistem fotosintesis pada tanaman misalnya adalah suatu contoh sistem manufaktur molekular dengan efisiensi energi yang tinggi.

Masalahnya kemudian, bagaimanakah komponen atom atau molekul tersebut dapat disusun? Seperti juga pendekatan ribosom pada sel, Drexler mengusulkan dibuatnya "lengan-lengan" robot dan komponen mesin lainnya berukuran nano yang memungkinkan untuk melakukan proses-proses layaknya fabrikasi pada level makro: sortir material, konversi energi, penempatan material, dll.

Metode ini disebut Mekanosintesis, melakukan sintesis kimia secara mekanis. Beberapa struktur mesin ukuran nano (yang dibentuk dari beberapa ribu hingga juta atom) telah berhasil disimulasi dengan komputer, yang berarti secara matematis dan fisis mungkin untuk dibuat. Sebagai contoh adalah dinding ruang berisi bahan material dan rotor pompa yang berfungsi memilih secara selektif atom Neon (Ne) untuk siap dipakai pada proses selanjutnya (Gambar 2).

Masalah berikutnya, seandainya struktur seperti itu memang "mungkin" (baca: stabil secara termodinamis) untuk dibuat, bagaimanakah proses untuk membuat struktur-struktur awal yang akan digunakan sebagai mesin-mesin untuk fabrikasi nano berikutnya? Dan dari manakah energi penggerak mulanya?

Beberapa alternatif telah mulai diusulkan dicoba untuk mengatasi masalah pertama. Nadrian Seeman mencoba untuk membuat struktur-struktur dasar tersebut dari molekul DNA (asam deoksiribonukleat, senyawa dasar gen) dengan mengandalkan sifat swa-rakit (self-assembly) dari DNA, yaitu Adenin berikatan dengan Thymin dan Guanin berikatan dengan Cytosin.

Dengan mensintesis DNA dengan deret tertentu, Seeman berhasil membuat bentuk-bentuk dasar kubus dan devais nanomekanik DNA. Peneliti lain di NASA Ames Research Center mensimulasi penggunaan Tabung Nano Karbon (suatu struktur atom karbon berbentuk tabung berdimensi nanometer yang disintesis dengan prinsip swa-rakit dari karbon, menggunakan katalis logam tertentu) untuk membentuk gir dan poros mesin. Struktur gir atau poros bisa dibuat dari tabung nano karbon dengan reaksi kimia tertentu untuk "menempatkan" gugus molekul kimia berbentuk roda (misal benzena) di sekeliling tabung (Gambar 3).

Cara lain untuk menyusun komponen atom atau molekul pada tahap awal ini adalah dengan menggunakan instrumen nanoteknologi, seperti Mikroskop Gaya Atom (Atomic Force Microscope, AFM), dan Mikroskop Pemindaian Terobosan Elektron (Scanning Tunneling Microscope, STM). Prinsip dasar kedua mikroskop tersebut adalah seperti menggerakkan "tangan peraba" dalam koordinat x-y, sambil mempertahankan jarak (koordinat z) antara "tangan peraba" dengan sampel yang dipelajari (Gambar 4).

Disebut "tangan peraba" karena memang mikroskop-mikroskop ini tidak lagi memakai cahaya sebagai alat pencitraan akibat keterbatasan cahaya pada skala nanometer (adanya efek difraksi cahaya). AFM mendeteksi gaya non kovalen (non ikatan kimia, seperti gaya elektrostatik dan gaya Van der Waals) antara sampel dengan "tangan peraba", sedangkan STM mendeteksi terobosan elektron dari "tangan peraba" yang menembus sampel dan diterima suatu detektor di bawah sampel.



Mula-mula memang instrumen-instrumen ini terbatas hanya digunakan untuk keperluan karakterisasi atau 'pencitraan' sampel. Tapi, belakangan ini, mulai pula digunakan untuk memanipulasi molekul dan atom. Dengan mengubah besar arus terobosan pada STM misalnya, kita bisa mengambil atom O dan mereaksikannya dengan molekul CO untuk membentuk molekul CO2 dan semuanya ini dilakukan dengan presisi molekul tunggal. Pada reaksi kimia biasa, diperlukan cukup banyak komponen molekul yang bereaksi untuk memungkinkan, secara statistik, terjadinya "tumbukan" antar molekul tersebut.

Berkenaan dengan masalah suplai energi struktur mesin pada skala nano, Prof. Montemagno di University of California at Los Angeles telah berhasil mencoba menggunakan bio-nanomotor alami F1-ATPase untuk menggerakkan propeler yang dibuat dengan teknologi MEMS. Bernard Yurke di Bell Labs. menggunakan DNA untuk mencoba membuat nano-motor.

Alternatif lain yang mungkin adalah mengkombinasikan nanoteknologi atas-bawah MEMS dengan nanoteknologi bawah-atas. Motor elektrik dan pembangkit energi (misal baterai lapisan tipis) pada skala mikrometer dengan teknologi MEMS telah banyak dilaporkan. Berikutnya tinggal mentransmisikan gerak dari motor tersebut ke struktur "lengan" robot pada skala yang lebih kecil - nanometer.

Impian nanoteknologi untuk dapat memanipulasi bahan dengan tingkat fleksibilitas sama dengan yang telah dicapai manusia dalam memanipulasi data dengan teknologi informasi, mungkin masih terasa jauh dan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Namun, dalam perkembangannya yang masih muda saat ini pun, nanoteknologi telah memberikan warna baru dalam bidang-bidang lain.

Penerapan nanoteknologi dalam bioteknologi analitis misalnya memungkinkan metode-metode baru yang jauh lebih sensitif dan stabil dibandingkan metode konvensional. Perkembangan MEMS, yang sekalipun berangkat dari teknologi konvensional IC, masih berlangsung demikian pesat, dengan adanya aplikasi-aplikasi baru dalam optik (muncul MOEMS - Micro Optical Electro Mechanical System), dalam sistem sensor terintegrasi nir-kawat, dan juga dalam aplikasi RF (Radio Frequency)-MEMS.

Pada pengembangan nanoteknologi inilah demikian terasa, betapa latar belakang ilmu dan teknologi yang multi disiplin sangat diperlukan: matematika untuk pemodelan, fisika untuk pemahaman fenomena-fenomena gaya dan energi, kimia (anorganik maupun organik) untuk pemahaman sifat material, serta biologi untuk pembelajaran sistem-sistem rekayasa pada makhluk hidup.

Selain itu kreativitas dan daya kreasi yang tinggi sangat diperlukan untuk menemukan terobosan teknik dan metoda baru, serta aplikasi yang cocok. Tentu saja keluhuran moral dan agama tetap diperlukan agar penerapan teknologi ini tidak malah merugikan keberlangsungan hidup ummat manusia.

Dedy H.B. Wicaksono, Alumnus Teknik Fisika ITB, kandidat doktor bidang Biomimetic Sensor di Dept. Microelectronics, Technische Universiteit Delft, Belanda.

Sumber: Pikiran Rakyat

Persaingan Teknologi CDMA dan GSM

MASYARAKAT mulai merasakan manfaat kompetisi di sektor telekomunikasi dan persaingan teknologi serta persaingan bisnis antar-operator memberi alternatif pilihan yang menguntungkan. Dengan masuknya Telkomflexi yang berbasis teknologi CDMA (code division multiple access), maka sekarang masyarakat dapat menikmati layanan telepon seluler dengan tarif telepon tetap PSTN. Jadi telepon seluler bukan barang mewah lagi.

DALAM menangani persaingan ini, peranan dan konsistensi regulator benar diuji. Yaitu bagaimana kebijakan dan kebijaksanaan regulasi sektor telekomunikasi untuk mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan para pemain bisnis.

Permasalahan utama pemerintah selama ini adalah bagaimana mempercepat penambahan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Kepadatan telepon (teledensitas) sampai saat ini baru 3,7 persen, atau rata-rata tiga telepon di antara seratus penduduk. Tentunya angka ini akan lebih kecil lagi untuk di daerah-daerah pedesaan atau daerah terpencil yang bisa hanya mencapai 0,01 persen saja. Diperlukan terobosan-terobosan teknologi dan regulasi untuk mendongkrak angka teledensitas Indonesia yang sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita.

Di Indonesia, liberalisasi bisnis seluler dimulai sejak tahun 1995, saat pemerintah mulai membuka kesempatan kepada swasta untuk berbisnis telepon seluler dengan cara kompetisi penuh. Bisa diperhatikan, bagaimana ketika teknologi GSM (global system for mobile) datang dan menggantikan teknologi seluler generasi pertama yang sudah masuk sebelumnya ke Indonesia seperti NMT (nordic mobile telephone) dan AMPS (advance mobile phone system)



Teknologi GSM lebih unggul, kapasitas jaringan lebih tinggi, karena efisiensi di spektrum frekuensi. Sekarang, dalam kurun waktu hampir satu dekade, teknologi GSM telah menguasai pasar dengan jumlah pelanggan lebih dari jumlah pelanggan telepon tetap. Tren ini akan berjalan terus karena di samping fitur-fiturnya lebih menarik, telepon seluler masih merupakan prestise, khususnya bagi masyarakat Indonesia.

Namun, sampai saat ini telepon seluler masih merupakan barang mewah, tidak semua lapisan masyarakat bisa menikmatinya. Tarifnya masih sangat tinggi dibandingkan dengan telepon tetap PSTN (public switched telephone network), baik untuk komunikasi lokal maupun SLJJ (sambungan langsung jarak jauh), ada yang mencapai Rp 4.500 per menit flat rate untuk komunikasi SLJJ.

Namun, berapa pun tarif yang ditawarkan operator seluler GSM, karena tidak ada pilihan lain, apa boleh buat, diambil juga. Terutama karena telepon PSTN tidak bisa diharapkan. Jadi, masuknya CDMA menjanjikan solusi teknologi yang ekonomis untuk memenuhi kewajiban pemerintah dalam mempercepat penambahan PSTN. Apalagi, CDMA datang dengan teknologi seluler 3G, yang menawarkan fitur-fitur yang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi GSM. Keunggulan ini sekaligus dapat memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat modern.



Mengapa CDMA bisa murah?

Suatu kali seorang mahasiswa di lift tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu dan saya hanya berkometar, jangan-jangan GSM yang kemahalan. CDMA datang dengan harga 200 dollar AS per SST (satuan sambungan telepon), jauh lebih murah dibandingkan dengan teknologi akses lainnya selama ini di Indonesia sehingga PT Telkom berani memberikan tarif murah. Padahal, CDMA lebih canggih dan lebih unggul dibandingkan dengan GSM.

Kalau begitu, perlu dipertanyakan kembali bagaimana sebenarnya iklim bisnis seluler GSM selama ini termasuk pemain-pemain yang berperan dibalik semua itu. Mulai dari vendor, operator, dan regulator, siapakah yang paling diuntungkan, meski yang jelas bukan masyarakat sebagai konsumen.

Apalagi jika diperhatikan skema kerja sama antara vendor dengan para operator dalam pola pengadaan atau pembelian teknologi. Pedihnya lagi, adakah transfer teknologi yang berarti buat negara kita? Sudah hampir satu dekade, vendor- vendor teknologi jaringan GSM masuk dan berbisnis di Indonesia, kenyataannya kita hanya dijadikan pembeli dan pemakai teknologi semata.

Sekarang dengan masuknya teknologi CDMA dari kubu lain dengan pelaku bisnis baru apakah itu dari Amerika, Jepang, Korea, atau Cina, diharapkan iklim bisnisnya akan lebih terbuka. Perlu dicermati apakah ada itikad baik pemain baru itu untuk meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia kita.

Tentu pemerintah dan para operator harus mempunyai kekuatan negosiasi yang kuat, jangan sampai mereka datang dengan sederet permintaan dan syarat untuk memudahkan mereka berbisnis, sementara kita tidak tahu mau minta apa kepada negara mereka. Meskipun kita tak mempunyai keunggulan kompetitif dalam teknologi ini, tetapi potensi pasar yang menjanjikan, bisa dijadikan kekuatan tawar, misalnya untuk memperjuangkan transfer teknologi yang nyata. Hal lain yang perlu dicermati adalah jangan sampai terjadi ketergantungan pada satu atau dua vendor seperti pengalaman kita terdahulu dengan Siemens.

Dari aspek teknologi, baik GSM atau CDMA merupakan standar teknologi seluler digital, hanya bedanya GSM dikembangkan oleh negara-negara Eropa, sedangkan CDMA dari kubu Amerika dan Jepang. Tetapi perlu diperhatikan bahwa teknologi GSM dan CDMA berasal dari jalur yang berbeda sehingga perkembangan ke generasi 2,5G dan 3G berikutnya akan berbeda terus seperti bisa dilihat pada skema.

Oleh karena itu, kita harus hati-hati memilih teknologi. Ketika kita memilih CDMA, maka selanjutnya harus mengikuti jalur up-grade CDMA terus. Perlu diingat, up-grade jaringan dalam satu jalur teknologi akan lebih gampang dan lebih murah dibandingkan migrasi ke teknologi lain.

Kinerja jaringan merupakan kriteria berikutnya yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi. Kinerja jaringan seluler sangat tergantung efisiensi pemakaian spektrum frekuensi dan sensivitas terhadap interferensi karena spektrum frekuensi merupakan sumber daya yang sangat terbatas.

Untuk meningkatkan efisiensi spektrum frekuensi, maka dilakukan teknik penggunaan kembali frekuensi re-used, mempergunakan kembali frekuensi yang sama pada sel lainnya pada jarak tertentu supaya tidak terjadi interferensi. Teknologi CDMA memiliki kapasitas jaringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi GSM dan frekuensi yang sama dapat dipergunakan pada setiap sel yang berdekatan atau bersebelahan sekalipun.

Teknologi CDMA didesain tidak peka terhadap interferensi. Di samping itu, sejumlah pelanggan dalam satu sel dapat mengakses pita spektrum frekuensi secara bersamaan karena mempergunakan teknik pengkodean yang tidak bisa dilakukan pada teknologi GSM.

Mobilitas terbatas

Mobilitas merupakan keunggulan utama teknologi seluler dibandingkan telepon tetap. Setiap pelanggan dapat mengakses jaringan untuk melakukan komunikasi dari mana saja dan di sini letak perbedaan dengan telepon tetap.

Konsep desain teknologi seluler menjamin mobilitas setiap pelanggan untuk melakukan komunikasi kapan pun dan di mana pun dia berada. Jadi dari aspek teknologi, tidak ada batasan mobiltas pelanggan bahkan jelajah (roaming) internasional dapat dilakukan.

Kalau dilakukan pembatasan, apalagi jika dibatasi penggunaan teknologi itu hanya dalam satu sel, pelanggan hanya bisa melakukan komunikasi atau mempergunakan teleponnya dalam daerah cakupan BTS (base transceiver station) di mana dia berlangganan.

Untuk Jakarta tentu sangat tidak efektif dan tidak efisien karena misalnya pelanggan yang punya rumah di Jakarta Timur, bekerja di Jakarta Pusat, atau belanja ke Glodok, teleponnya sudah tidak bisa dipergunakan. Di samping itu, pembatasan ini bisa dimanfaatkan operator untuk menambah biaya roaming antarsel yang tentu akan merugikan, mempersulit, atau membodohi masyarakat. Jangan sampai karena persaingan bisnis para operator lalu masyarakat dikorbankan. Jika pembatasan tetap ingin dilakukan, tentu perlu dipikirkan batasan yang wajar. Misalnya, batasan cakupan meliputi Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi).

Kejadian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dihadapi India sekitar tahun 2000 ketika para operator GSM khawatir bisnis mereka terancam saat CDMA masuk. Pemerintah memberikan izin teknologi seluler CDMA-WLL dioperasikan untuk mempercepat infrastruktur PSTN mereka, untuk mencapai target 7 persen teledensitas pada tahun 2005 mendatang. Sampai sekarang, Pemerintah India tetap konsisten mempertahankan teknologi CDMA, dengan mobilitas tetap dibatasi, tetapi daerah cakupan cukup luas yaitu kira-kira satu provinsi.

Menghadapi persaingan bisnis yang makin sengit dan siklus serta persaingan teknologi yang makin cepat, dalam menentukan kebijakan dan kebijaksanaannya, regulator harus melihat dari segala sudut pandang dengan suatu kajian yang komprehensif, tidak parsial. Dan yang lebih penting lagi, harus mampu mengantisipasi segala perubahan yang mungkin terjadi supaya tidak ketinggalan terus.

Dengan adanya konvergensi teknologi telekomunikasi dengan teknologi informasi, kebijakan lisensi seharusnya tidak lagi tergantung teknologi maupun jasa. Setiap operator bebas memilih teknologi yang paling ekonomis dan cocok untuk meningkatkan daya saing mereka, agar bisa menawarkan jasa kepada masyarakat dengan tarif yang rendah. Regulator benar-benar harus independen, tidak memihak kepada teknologi atau vendor mana pun.

Lebih jauh lagi, liberalisasi sektor ini menuntut regulator untuk menjaga kesinambungan layanan kepada masyarakat, jangan sampai terjadi cherry picking yang mungkin dilakukan oleh pemain-pemain baru. Saat mereka terjepit, mereka begitu saja berangkat tanpa memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat.

Biasanya kasus ini terjadi pada negara-negara berkembang di mana hukum dan regulasi masih sangat lemah, seperti pernah terjadi di India sehingga langkah-langkah strategis perlu dipersiapkan baik oleh regulator maupun operator. Misalnya untuk mengantisipasi persaingan, sebaiknya operator GSM mulai memikirkan alternatif solusi teknologi apakah up-grade atau migrasi.

Oleh karena itu, peran pemerintah dan regulator tetap sangat dibutuhkan untuk menjaga kepentingan masyarakat suatu negara terutama dalam masa transisi dari monopoli ke kompetisi. Bagi negara kita, yang sampai saat ini hanya jadi pembeli dan pemakai teknologi tersebut, tentu harus pintar- pintar memilih teknologi yang paling ekonomis dan cocok dengan kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarakat.

Jangan sampai terpaku pada suatu teknologi atau pada satu-dua vendor saja. Kita harus bisa mobile secara bebas, tidak limited mobility.

AsmiatiRasyid Pusat Studi Regulasi Telekomunikasi Indonesia dan Pengajar Sekolah Tinggi Management Bandung

Sumber: Kompas Cyber Media
MASYARAKAT mulai merasakan manfaat kompetisi di sektor telekomunikasi dan persaingan teknologi serta persaingan bisnis antar-operator memberi alternatif pilihan yang menguntungkan. Dengan masuknya Telkomflexi yang berbasis teknologi CDMA (code division multiple access), maka sekarang masyarakat dapat menikmati layanan telepon seluler dengan tarif telepon tetap PSTN. Jadi telepon seluler bukan barang mewah lagi.

DALAM menangani persaingan ini, peranan dan konsistensi regulator benar diuji. Yaitu bagaimana kebijakan dan kebijaksanaan regulasi sektor telekomunikasi untuk mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan para pemain bisnis.

Permasalahan utama pemerintah selama ini adalah bagaimana mempercepat penambahan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Kepadatan telepon (teledensitas) sampai saat ini baru 3,7 persen, atau rata-rata tiga telepon di antara seratus penduduk. Tentunya angka ini akan lebih kecil lagi untuk di daerah-daerah pedesaan atau daerah terpencil yang bisa hanya mencapai 0,01 persen saja. Diperlukan terobosan-terobosan teknologi dan regulasi untuk mendongkrak angka teledensitas Indonesia yang sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita.

Di Indonesia, liberalisasi bisnis seluler dimulai sejak tahun 1995, saat pemerintah mulai membuka kesempatan kepada swasta untuk berbisnis telepon seluler dengan cara kompetisi penuh. Bisa diperhatikan, bagaimana ketika teknologi GSM (global system for mobile) datang dan menggantikan teknologi seluler generasi pertama yang sudah masuk sebelumnya ke Indonesia seperti NMT (nordic mobile telephone) dan AMPS (advance mobile phone system)



Teknologi GSM lebih unggul, kapasitas jaringan lebih tinggi, karena efisiensi di spektrum frekuensi. Sekarang, dalam kurun waktu hampir satu dekade, teknologi GSM telah menguasai pasar dengan jumlah pelanggan lebih dari jumlah pelanggan telepon tetap. Tren ini akan berjalan terus karena di samping fitur-fiturnya lebih menarik, telepon seluler masih merupakan prestise, khususnya bagi masyarakat Indonesia.

Namun, sampai saat ini telepon seluler masih merupakan barang mewah, tidak semua lapisan masyarakat bisa menikmatinya. Tarifnya masih sangat tinggi dibandingkan dengan telepon tetap PSTN (public switched telephone network), baik untuk komunikasi lokal maupun SLJJ (sambungan langsung jarak jauh), ada yang mencapai Rp 4.500 per menit flat rate untuk komunikasi SLJJ.

Namun, berapa pun tarif yang ditawarkan operator seluler GSM, karena tidak ada pilihan lain, apa boleh buat, diambil juga. Terutama karena telepon PSTN tidak bisa diharapkan. Jadi, masuknya CDMA menjanjikan solusi teknologi yang ekonomis untuk memenuhi kewajiban pemerintah dalam mempercepat penambahan PSTN. Apalagi, CDMA datang dengan teknologi seluler 3G, yang menawarkan fitur-fitur yang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi GSM. Keunggulan ini sekaligus dapat memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat modern.



Mengapa CDMA bisa murah?

Suatu kali seorang mahasiswa di lift tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu dan saya hanya berkometar, jangan-jangan GSM yang kemahalan. CDMA datang dengan harga 200 dollar AS per SST (satuan sambungan telepon), jauh lebih murah dibandingkan dengan teknologi akses lainnya selama ini di Indonesia sehingga PT Telkom berani memberikan tarif murah. Padahal, CDMA lebih canggih dan lebih unggul dibandingkan dengan GSM.

Kalau begitu, perlu dipertanyakan kembali bagaimana sebenarnya iklim bisnis seluler GSM selama ini termasuk pemain-pemain yang berperan dibalik semua itu. Mulai dari vendor, operator, dan regulator, siapakah yang paling diuntungkan, meski yang jelas bukan masyarakat sebagai konsumen.

Apalagi jika diperhatikan skema kerja sama antara vendor dengan para operator dalam pola pengadaan atau pembelian teknologi. Pedihnya lagi, adakah transfer teknologi yang berarti buat negara kita? Sudah hampir satu dekade, vendor- vendor teknologi jaringan GSM masuk dan berbisnis di Indonesia, kenyataannya kita hanya dijadikan pembeli dan pemakai teknologi semata.

Sekarang dengan masuknya teknologi CDMA dari kubu lain dengan pelaku bisnis baru apakah itu dari Amerika, Jepang, Korea, atau Cina, diharapkan iklim bisnisnya akan lebih terbuka. Perlu dicermati apakah ada itikad baik pemain baru itu untuk meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia kita.

Tentu pemerintah dan para operator harus mempunyai kekuatan negosiasi yang kuat, jangan sampai mereka datang dengan sederet permintaan dan syarat untuk memudahkan mereka berbisnis, sementara kita tidak tahu mau minta apa kepada negara mereka. Meskipun kita tak mempunyai keunggulan kompetitif dalam teknologi ini, tetapi potensi pasar yang menjanjikan, bisa dijadikan kekuatan tawar, misalnya untuk memperjuangkan transfer teknologi yang nyata. Hal lain yang perlu dicermati adalah jangan sampai terjadi ketergantungan pada satu atau dua vendor seperti pengalaman kita terdahulu dengan Siemens.

Dari aspek teknologi, baik GSM atau CDMA merupakan standar teknologi seluler digital, hanya bedanya GSM dikembangkan oleh negara-negara Eropa, sedangkan CDMA dari kubu Amerika dan Jepang. Tetapi perlu diperhatikan bahwa teknologi GSM dan CDMA berasal dari jalur yang berbeda sehingga perkembangan ke generasi 2,5G dan 3G berikutnya akan berbeda terus seperti bisa dilihat pada skema.

Oleh karena itu, kita harus hati-hati memilih teknologi. Ketika kita memilih CDMA, maka selanjutnya harus mengikuti jalur up-grade CDMA terus. Perlu diingat, up-grade jaringan dalam satu jalur teknologi akan lebih gampang dan lebih murah dibandingkan migrasi ke teknologi lain.

Kinerja jaringan merupakan kriteria berikutnya yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi. Kinerja jaringan seluler sangat tergantung efisiensi pemakaian spektrum frekuensi dan sensivitas terhadap interferensi karena spektrum frekuensi merupakan sumber daya yang sangat terbatas.

Untuk meningkatkan efisiensi spektrum frekuensi, maka dilakukan teknik penggunaan kembali frekuensi re-used, mempergunakan kembali frekuensi yang sama pada sel lainnya pada jarak tertentu supaya tidak terjadi interferensi. Teknologi CDMA memiliki kapasitas jaringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi GSM dan frekuensi yang sama dapat dipergunakan pada setiap sel yang berdekatan atau bersebelahan sekalipun.

Teknologi CDMA didesain tidak peka terhadap interferensi. Di samping itu, sejumlah pelanggan dalam satu sel dapat mengakses pita spektrum frekuensi secara bersamaan karena mempergunakan teknik pengkodean yang tidak bisa dilakukan pada teknologi GSM.

Mobilitas terbatas

Mobilitas merupakan keunggulan utama teknologi seluler dibandingkan telepon tetap. Setiap pelanggan dapat mengakses jaringan untuk melakukan komunikasi dari mana saja dan di sini letak perbedaan dengan telepon tetap.

Konsep desain teknologi seluler menjamin mobilitas setiap pelanggan untuk melakukan komunikasi kapan pun dan di mana pun dia berada. Jadi dari aspek teknologi, tidak ada batasan mobiltas pelanggan bahkan jelajah (roaming) internasional dapat dilakukan.

Kalau dilakukan pembatasan, apalagi jika dibatasi penggunaan teknologi itu hanya dalam satu sel, pelanggan hanya bisa melakukan komunikasi atau mempergunakan teleponnya dalam daerah cakupan BTS (base transceiver station) di mana dia berlangganan.

Untuk Jakarta tentu sangat tidak efektif dan tidak efisien karena misalnya pelanggan yang punya rumah di Jakarta Timur, bekerja di Jakarta Pusat, atau belanja ke Glodok, teleponnya sudah tidak bisa dipergunakan. Di samping itu, pembatasan ini bisa dimanfaatkan operator untuk menambah biaya roaming antarsel yang tentu akan merugikan, mempersulit, atau membodohi masyarakat. Jangan sampai karena persaingan bisnis para operator lalu masyarakat dikorbankan. Jika pembatasan tetap ingin dilakukan, tentu perlu dipikirkan batasan yang wajar. Misalnya, batasan cakupan meliputi Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi).

Kejadian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dihadapi India sekitar tahun 2000 ketika para operator GSM khawatir bisnis mereka terancam saat CDMA masuk. Pemerintah memberikan izin teknologi seluler CDMA-WLL dioperasikan untuk mempercepat infrastruktur PSTN mereka, untuk mencapai target 7 persen teledensitas pada tahun 2005 mendatang. Sampai sekarang, Pemerintah India tetap konsisten mempertahankan teknologi CDMA, dengan mobilitas tetap dibatasi, tetapi daerah cakupan cukup luas yaitu kira-kira satu provinsi.

Menghadapi persaingan bisnis yang makin sengit dan siklus serta persaingan teknologi yang makin cepat, dalam menentukan kebijakan dan kebijaksanaannya, regulator harus melihat dari segala sudut pandang dengan suatu kajian yang komprehensif, tidak parsial. Dan yang lebih penting lagi, harus mampu mengantisipasi segala perubahan yang mungkin terjadi supaya tidak ketinggalan terus.

Dengan adanya konvergensi teknologi telekomunikasi dengan teknologi informasi, kebijakan lisensi seharusnya tidak lagi tergantung teknologi maupun jasa. Setiap operator bebas memilih teknologi yang paling ekonomis dan cocok untuk meningkatkan daya saing mereka, agar bisa menawarkan jasa kepada masyarakat dengan tarif yang rendah. Regulator benar-benar harus independen, tidak memihak kepada teknologi atau vendor mana pun.

Lebih jauh lagi, liberalisasi sektor ini menuntut regulator untuk menjaga kesinambungan layanan kepada masyarakat, jangan sampai terjadi cherry picking yang mungkin dilakukan oleh pemain-pemain baru. Saat mereka terjepit, mereka begitu saja berangkat tanpa memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat.

Biasanya kasus ini terjadi pada negara-negara berkembang di mana hukum dan regulasi masih sangat lemah, seperti pernah terjadi di India sehingga langkah-langkah strategis perlu dipersiapkan baik oleh regulator maupun operator. Misalnya untuk mengantisipasi persaingan, sebaiknya operator GSM mulai memikirkan alternatif solusi teknologi apakah up-grade atau migrasi.

Oleh karena itu, peran pemerintah dan regulator tetap sangat dibutuhkan untuk menjaga kepentingan masyarakat suatu negara terutama dalam masa transisi dari monopoli ke kompetisi. Bagi negara kita, yang sampai saat ini hanya jadi pembeli dan pemakai teknologi tersebut, tentu harus pintar- pintar memilih teknologi yang paling ekonomis dan cocok dengan kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarakat.

Jangan sampai terpaku pada suatu teknologi atau pada satu-dua vendor saja. Kita harus bisa mobile secara bebas, tidak limited mobility.

AsmiatiRasyid Pusat Studi Regulasi Telekomunikasi Indonesia dan Pengajar Sekolah Tinggi Management Bandung

Sumber: Kompas Cyber Media

Update imo x3 ke versi Uberoid v 11.Beta 3

Setelah lama memakai imo x3 uberoid versi 10.1 eeehhh ane nemu Uberoid versi 11 beta 3 yah udah deh ane coba ternyata memang performa dan kecepatan meningkat... menutup dan membuka aplikasi jadi lebih cepat...
Yang penasaran ingin mencoba silakan kesini




Setelah lama memakai imo x3 uberoid versi 10.1 eeehhh ane nemu Uberoid versi 11 beta 3 yah udah deh ane coba ternyata memang performa dan kecepatan meningkat... menutup dan membuka aplikasi jadi lebih cepat...
Yang penasaran ingin mencoba silakan kesini




Cara Modding / Upgrade / Update Imo X3 tab jadi Honeycomd

Fastrepair mencari tutorial dari berbagai sumber dan mencoba sendiri dan berhasil, imo x3 penulis warna silver, green Led tanpa getar dan charger bengkok (L). untuk mengetahui jenis imo tab x3 coba teliti lagi imo tab x3 anda, Karena beda Lampu Led dan getar juga berbeda dalam pemilihan ROM yang akan di instal pada imo x3 yang kita punya. Fastrepair tidak bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan atau kerugian dalam proses upgrade ini. silahkan cari referensi lain dan baca disini disini juga ada firmware uberoid versi 10.1 bagi yang ingin mencobanya. resiko ditanggung penumpang ya...


untuk yang ingin kembali ke firmware original imo x3 coba kesini Berikut ini ritual modifikasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi keterbatasan dari IMO Tab X3: Dengan menggunakan ROM modding “Universal Uberoid WM8650 1.5.3 HoneyCombMOD v9” dengan file ROM yang bisa didownload dari http://www.theponsel.com/wp-content/uploads/2011/09/WM8650_Universal_Uberoid_V9.7z
Fitur utama dari ROM modding ini antara lain:
  1. Support Live Wallpaper (‘butterfly’ Live Wallpaper included) 
  2. Interface ala Android HoneyComb 
  3. Support lebih dari 60 model Tablet Android WM8650 
  4. ROM bisa di-custom 
  5. 100% Rooted 
  6. Kualitas Audio meningkat 
  7. Updated BusyBox ke versi 1.19 
  8. Memory cleaning meningkat 
  9. Memory read/write meningkat 
  10. Versi Lite, mendukung banyak aplikasi 
  11. Mendukung banyak bahasa 
  12. Support Android Market/Google Market (v2.3.6) 

Proses instalasi ROM:
  1. Sisipkan kartu microSD ke PC/Laptop. Bisa menggunakan card reader atau port khusus yang ada di PC/Laptop. 
  2. Format kartu microSD menggunakan sistem FAT32. 
  3. Cari tahu tipe/model Tablet Android IMO Tab X3 Anda (misalnya VIA WM8650/M009s/M003s/M012s/etc.) 
  4. Ekstrak/Unzip file ROM Universal Uberoid WM8650 1.5.3 HoneyCombMOD v9 yang telah didownload ke folder PC/Laptop.
  5. Jalankan file “CHANGER.EXE” yang ada di folder hasil ekstrak ROM modding. 
  6. Masukan nomor kode dari tipe/model Tablet Android Anda di kotak dialog bagian bawah. Selanjutnya tekan “Enter”. Misalnya, Anda pilih ROM dari tipe M009s Blue LED 7” , di kotak dialog tersebut ketik angka 2 lalu Enter. 
  7. Catatan  :
    Pada langkah ini anda diminta untuk menyesuaikan model tablet android dengan "WM8650 ROM" yang ada di firmware UBEROID.

    Jika tablet anda IMO Tab X3 warna (merah) anda ketik 27, jika warna (putih/silver) Charger bengkok (L) anda ketik 8 , jika warna (hitam) anda ketik 11.

     kemudian tekan tombol ENTER dan akan muncul jendela konfirmasi lagi , anda jawab Y
  8. CHANGER.EXE akan menampilkan notifikasi untuk menyimpan ROM modifikasi ke microSD, pilih ‘Y’ selanjutnya tekan Enter. Proses modifikasi dan copy ROM ke microSD akan berlangsung secara otomatis. 
  9. Setelah sukses ter-copy ke microSD, cabut kartu memori tersebut 
  10. Matikan Tablet Android IMO Tab X3 
  11. Masukan kartu microSD ke slot yang tersedia. 
  12. Hidupkan Tablet Android IMO Tab X3 
  13. Proses instalasi ROM akan berlangsung secara otomatis, di bagian bawah screen/layar akan tertampil indikator prosentasi proses instalasi. Tunggu sampai 100%, dan Anda akan diminta untuk mencabut kartu microSD.
IMO Tab X3 Anda sudah berhasil dimodifikasi.
Fastrepair mencari tutorial dari berbagai sumber dan mencoba sendiri dan berhasil, imo x3 penulis warna silver, green Led tanpa getar dan charger bengkok (L). untuk mengetahui jenis imo tab x3 coba teliti lagi imo tab x3 anda, Karena beda Lampu Led dan getar juga berbeda dalam pemilihan ROM yang akan di instal pada imo x3 yang kita punya. Fastrepair tidak bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan atau kerugian dalam proses upgrade ini. silahkan cari referensi lain dan baca disini disini juga ada firmware uberoid versi 10.1 bagi yang ingin mencobanya. resiko ditanggung penumpang ya...


untuk yang ingin kembali ke firmware original imo x3 coba kesini Berikut ini ritual modifikasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi keterbatasan dari IMO Tab X3: Dengan menggunakan ROM modding “Universal Uberoid WM8650 1.5.3 HoneyCombMOD v9” dengan file ROM yang bisa didownload dari http://www.theponsel.com/wp-content/uploads/2011/09/WM8650_Universal_Uberoid_V9.7z
Fitur utama dari ROM modding ini antara lain:
  1. Support Live Wallpaper (‘butterfly’ Live Wallpaper included) 
  2. Interface ala Android HoneyComb 
  3. Support lebih dari 60 model Tablet Android WM8650 
  4. ROM bisa di-custom 
  5. 100% Rooted 
  6. Kualitas Audio meningkat 
  7. Updated BusyBox ke versi 1.19 
  8. Memory cleaning meningkat 
  9. Memory read/write meningkat 
  10. Versi Lite, mendukung banyak aplikasi 
  11. Mendukung banyak bahasa 
  12. Support Android Market/Google Market (v2.3.6) 

Proses instalasi ROM:
  1. Sisipkan kartu microSD ke PC/Laptop. Bisa menggunakan card reader atau port khusus yang ada di PC/Laptop. 
  2. Format kartu microSD menggunakan sistem FAT32. 
  3. Cari tahu tipe/model Tablet Android IMO Tab X3 Anda (misalnya VIA WM8650/M009s/M003s/M012s/etc.) 
  4. Ekstrak/Unzip file ROM Universal Uberoid WM8650 1.5.3 HoneyCombMOD v9 yang telah didownload ke folder PC/Laptop.
  5. Jalankan file “CHANGER.EXE” yang ada di folder hasil ekstrak ROM modding. 
  6. Masukan nomor kode dari tipe/model Tablet Android Anda di kotak dialog bagian bawah. Selanjutnya tekan “Enter”. Misalnya, Anda pilih ROM dari tipe M009s Blue LED 7” , di kotak dialog tersebut ketik angka 2 lalu Enter. 
  7. Catatan  :
    Pada langkah ini anda diminta untuk menyesuaikan model tablet android dengan "WM8650 ROM" yang ada di firmware UBEROID.

    Jika tablet anda IMO Tab X3 warna (merah) anda ketik 27, jika warna (putih/silver) Charger bengkok (L) anda ketik 8 , jika warna (hitam) anda ketik 11.

     kemudian tekan tombol ENTER dan akan muncul jendela konfirmasi lagi , anda jawab Y
  8. CHANGER.EXE akan menampilkan notifikasi untuk menyimpan ROM modifikasi ke microSD, pilih ‘Y’ selanjutnya tekan Enter. Proses modifikasi dan copy ROM ke microSD akan berlangsung secara otomatis. 
  9. Setelah sukses ter-copy ke microSD, cabut kartu memori tersebut 
  10. Matikan Tablet Android IMO Tab X3 
  11. Masukan kartu microSD ke slot yang tersedia. 
  12. Hidupkan Tablet Android IMO Tab X3 
  13. Proses instalasi ROM akan berlangsung secara otomatis, di bagian bawah screen/layar akan tertampil indikator prosentasi proses instalasi. Tunggu sampai 100%, dan Anda akan diminta untuk mencabut kartu microSD.
IMO Tab X3 Anda sudah berhasil dimodifikasi.

UNLOCK HP CINA DENGAN KODE

Mungkin kita ,teman saudara kita bahkan adik kita punya atau pun membeli ponsel cina. Bermacam-macam merek hp cina yang ada dipasaran. Ada MITO, CROSS, NEXIAN, HT mobile, G-Star dll.. nah biasanya beberapa merek sudah di lock (kunci) oleh operator tertentu seperti telkomsel, indosat atau XL. Biasanya sih pada SIM 1 (biasanya dual SIM).
Bagi yang ingin mencoba menggunakan operator yg lain atau ingin membuka kunci (unlock) agar dapat digunakan menggunakan semua operator tidak ada salahnya mencoba menggunakan kode.
Ini sudah terbukti oleh teman saya, dia menggunakan hp cina merek IVIO terkunci oleh operator indosat. caranya seperti berikut ini :
- dalam posisi standbye dan gak ada kartu tekan *#33441010# selesai semuanya terunlock deh hp nya.

Untuk HP cina merek yang lain silahkan di coba sendiri.....

semoga bermanfaat...
Mungkin kita ,teman saudara kita bahkan adik kita punya atau pun membeli ponsel cina. Bermacam-macam merek hp cina yang ada dipasaran. Ada MITO, CROSS, NEXIAN, HT mobile, G-Star dll.. nah biasanya beberapa merek sudah di lock (kunci) oleh operator tertentu seperti telkomsel, indosat atau XL. Biasanya sih pada SIM 1 (biasanya dual SIM).
Bagi yang ingin mencoba menggunakan operator yg lain atau ingin membuka kunci (unlock) agar dapat digunakan menggunakan semua operator tidak ada salahnya mencoba menggunakan kode.
Ini sudah terbukti oleh teman saya, dia menggunakan hp cina merek IVIO terkunci oleh operator indosat. caranya seperti berikut ini :
- dalam posisi standbye dan gak ada kartu tekan *#33441010# selesai semuanya terunlock deh hp nya.

Untuk HP cina merek yang lain silahkan di coba sendiri.....

semoga bermanfaat...
 
Modified by analisa saham from Blogger Templates, Bibir SEO Sponsors: WooThemes Coupon Code, Rockable Press Discount Code